
Ikut-ikutan Wall Street, Bursa Asia Dibuka Kebakaran

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bursa Asia-Pasifik kembali dibuka merana pada perdagangan Kamis (30/5/2024), mengekor bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street. Hal ini juga seiring dengan menjelang rilis serangkaian data ekonomi global pada hari ini hingga Jumat besok.
Per pukul 08:25 WIB, indeks Shanghai Composite China dan Straits Times Singapura turun tipis masing-masing 0,01% dan 0,07%, berikutnya Nikkei 225 Jepang ambruk 2,01%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,29%, ASX 200 Australia terkoreksi 0,5%, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,65%.
Jepang dan Korea Selatan akan merilis angka produksi industri pada Jumat besok, serta China akan merilis data aktivitas manufaktur periode Mei 2024 besok.
Namun, ada sedikit kabar baik, di mana Dana Moneter Internasional (IMF) menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi China menjadi 5% pada 2024. Hal ini didukung dengan data ekonomi yang tampak membaik belakangan ini.
IMF merevisi pertumbuhan ekonomi China dan menaikkannya dari 4,6% menjadi 5% pada 2024 dan 4,5% pada 2025, didorong oleh data Produk Domestik Bruto kuartal I yang kuat dan langkah-langkah kebijakan terkini. Inflasi inti diperkirakan akan meningkat namun tetap rendah karena output masih berada di bawah potensinya.
Sebelumnya, tim IMF yang dipimpin oleh Sonali Jain-Chandra, Kepala Misi untuk China, mengunjungi China dari tanggal 16 hingga 28 Mei untuk Konsultasi Pasal IV tahun 2024.
Tim tersebut mengadakan diskusi konstruktif dengan pejabat senior pemerintah, bank sentral China (PBoC), perwakilan sektor swasta, dan akademisi untuk bertukar pandangan mengenai prospek ekonomi, risiko, kemajuan reformasi, dan tanggapan kebijakan.
Proyeksi baru ini muncul setelah China meningkatkan upayanya untuk menopang pemulihan yang tidak merata di negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut, yang mengalami kesulitan dalam menghadapi krisis properti yang berkepanjangan dan dampak buruknya terhadap investor, konsumen, dan dunia usaha.
"Peningkatan yang kami lakukan tahun ini terutama mencerminkan fakta bahwa pertumbuhan PDB kuartal pertama lebih kuat dari perkiraan, dan ada beberapa langkah kebijakan tambahan yang baru-baru ini diumumkan," kata Deputi Pertama Direktur Pelaksana IMF Gita Gopinath di Beijing, dikutip dari ²©²ÊÍøÕ¾International.
Kendati prospek pertumbuhan di 2024 cukup baik, namun pada 2029, IMF memprediksi pertumbuhan di China akan melambat menjadi 3,3% karena populasi yang menua dan ekspansi produktivitas yang lebih lambat.
Di lain sisi, pergerakan bursa Asia-Pasifik pada hari ini cenderung mengekor bursa saham AS, Wall Street kemarin, yang juga ditutup ambruk akibat melonjaknya imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,06%, S&P 500 melemah 0,74%, dan Nasdaq Composite terkoreksi 0,58%.
Yield Treasury acuan tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin mencapai 4,616%, menjadi yang tertinggi sejak awal Mei 2024.
Yield Treasury kembali naik setelah lelang obligasi 5 tahun oleh Departemen Keuangan AS senilai US$ 70 miliar menunjukkan permintaan yang rendah. Rasio bid-to-cover, yang merupakan ukuran permintaan yang diawasi dengan ketat, berada pada angka 2,3, di bawah rata-rata 10 lelang sebesar 2,45.
Kenaikan yield Treasury juga terjadi karena investor mempertimbangkan keadaan perekonomian Negeri Paman Sam.
Investor mempertimbangkan bagaimana keadaan perekonomian dan menunggu data ekonomi baru yang dirilis sepanjang pekan ini yang dapat menjadi masukan bagi pengambilan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Investor masih menanti rilis data inflasi pengeluaran pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) AS periode April 2024 yang akan dirilis pada Jumat akhir pekan ini. Data ini dapat mempengaruhi ekspektasi arah kebijakan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed.
Pasar memperkirakan inflasi PCE AS kali ini kembali mengalami kenaikan sebesar 0,3% pada bulan lalu, berdasarkan survei Reuters, menjaga laju tahunan di 2,8%, dengan risiko ke sisi negatifnya.
Namun baru-baru ini, data ekonomi yang lebih kuat dan kekhawatiran baru mengenai potensi penurunan belanja konsumen telah mengurangi prospek suku bunga.
Alhasil, perkiraan pasar akan pemangkasan suku bunga akan dilakukan pada September cenderung kembali menurun. Melansir perhitungan CME FedWatch Tool, pasar memperkirakan 43,3% penurunan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin (bp) pada September.
²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA RESEARCH
(chd/chd) Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi
