
Rupiah Anjlok Karena Investor Takut RI Boncos, Airlangga: Salah Alamat

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang kini terkapar di level Rp 16.440/US$, menurut pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebabkan isu yang salah alamat, terutama terkait potensi defisit APBN 2025 yang disebut-sebut akan membengkak akibat rasio utang naik.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, isu yang telah membuat rupiah semakin lemah itu padahal belum terbukti, karena komitmen pemerintahan Indonesia, termasuk pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto tetap sesuai Undang-Undangan Keuangan Negara di bawah level 3%.
Padahal, di negara-negara lain seperti di Eropa, menurut Airlangga, defisitnya sudah jauh di atas 3%, seperti di Perancis, Jerman, dan Italia. Oleh sebab itu, ia menekankan, jika dikatakan bahwa pelemahan rupiah saat ini sebagai alarm dari pelaku pasar keuangan supaya pemerintah mendatang menjaga kesinambungan fiskal ke depan sesuai batas aman defisit merupakan hal yang salah alamat.
"Alarm itu kalau kita lihat defisit anggaran di negara-negara EU (European Union), ini negara EU rata-rata 5-7%, alarmnya bunyinya di Eropa, bukan di Indonesia, Indonesia masih dibawah 3%," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Oleh sebab itu, pemerintah menganggap isu soal defisit 2025 yang akan membengkak itu tak perlu dibesar-besarkan dan tak perlu dijadikan faktor yang membuat keresahan. Sebab, ia kembali menekankan bahwa komitmen pemerintah untuk menjaga level defisit sesuai batas aman UU Keuangan Negara akan terus dipatuhi.
"Anda bisa lihat negara Jerman, Perancis, Italia, itu antara 5-7%. Bahkan EU sentral banknya mengingatkan negara-negara EU untuk dibawah 3%. Indonesia di bawah 3%, jadi Anda jangan panik-panik sendiri," tegas Airlangga.
Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming saat Pilpres 2024 itu memberi bukti bahwa pemerintahan mendatang akan tetap menjaga defisit sesuai UU. Terlihat dari rentang defisit yang telah disodorkan dalam rapat pembahasan RAPBN 2025 dengan DPR saat ini di level 2,4%-2,8%.
"Jangan nambah-nambahin. Kita 2,4%-2,8% di bawah 3%, coba tanya ke menteri keuangan Jerman, Italia, dan yang lain, udah dapat dia peringatan dari EU central bank bahwa negara-negara EU harus ikut seperti negara-negara ASEAN," ucap Ketua Umum Partai Golkar ini.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo telah menjelaskan kepada Presiden Jokowi bahwa pelamahan yang terjadi beberapa hari terakhir hingga bergerak di atas Rp 16.400 memang banyak dipicu oleh faktor sentimen jangka pendek, bukan disebabkan faktor fundamental pembentuknya. Sebab, ia menekankan, kalau dilihat dari faktor fundamentalnya rupiah seharusnya menguat.
"Dilihat dari faktor fundamental seharusnya nilai tukar rupiah kita itu akan menguat. Bu Menteri sampaikan fundamental nya apa? Inflasi kita lebih rendah di 2,8%, pertumbuhan kita juga tinggi 5,1%. Kredit juga bertambah 12%, demikian juga kondisi kondisi ekonomi kita, termasuk juga imbal hasil investasi yang baik," ucap Perry.
Adapun, faktor sentimen yang menekan rupiah saat ini ia tegaskan kepada Jokowi di antaranya masih pusingnya pelaku pasar keuangan terhadap kemungkinan penurunan suku bunga acuan The Federal Reserve. BI kata Perry memperkirakan penurunannya masih berpeluang terjadi pada tahun ini, namun memang hanya sekali pada akhir 2024.
Selain faktor sentimen global di dalam negeri, ia katakan yang memberi pengaruh kuat ialah tingginya kebutuhan dolar di sektor korporasi pada kuartal II-2024, misalnya untuk repatriasi hingga pembayaran dividen. Namun, pada kuartal III-2024 faktor sentimen ini ia pastikan tidak akan menyebabkan rupiah kembali melemah karena kebutuhan dolar AS untuk itu sudah berkurang.
Sentimen terakhir dari dalam negeri yang berpengaruh kuat terhadap pelemahan rupiah, menurut Perry ialah masalah persepsi pelaku pasar keuangan terhadap keberlanjutan fiskal ke depan atau pada 2025.
"Ada juga masalah persepsi sustainabilitas fiskal ke depan, itu membuat sentimen kemudian menjadi tekanan nilai tukar Rupiah" tegas Perry di Istana Negara.
(haa/haa) Next Article Masih 'Sulit' Lawan Dolar AS, Rupiah Kapan Ke Bawah Rp.15.500/USD?