
Pemerintah Harus Berhati-hati Soal Utang, Begini Saran Ekonom!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia-Jelang 100 hari pemerintahan Prabowo, ekonom menilai kapasitas pemerintah untuk menambah utang semakin menipis.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menjelaskan saat ini, utang pemerintah terus membengkak mencapai Rp 8.680 triliun pada 2024 dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 39%.
Selain itu bunga utang yang tinggi, tenor utang yang pendek dan penerimaan negara yang rendah menyebabkan situasi fiskal Indonesia sangat beresiko.
Bahkan, Debt Service Ratio (DSR) diperkirakan mencapai 45% di tahun 2025 dan 44% pada tahun 2026 atau jauh dari batas aman 30%.
Kondisi fiskal yang berat dan tingkat kepercayaan investor yang rendah merupakan tantangan utama.
"Ketika DSR sudah sangat tinggi ini sudah lampu kuning. Kan kita mengharapkan investor, sementara investor mengharapkan bunga yang lebih tinggi," ujarnya.
Pada pekan kedua Januari 2025, berdasarkan catatan Bank Indonesia, pasar SBN Indonesia mulai bergejolak, karena para investor mulai melakukan aksi jual neto sebesar Rp 2,9 triliun, padahal pada pekan pertama Januari 2025 masih tercatat beli neto Rp 1,94 triliun.
Yield SBN 10 tahun pun terkerek naik ke posisi 7,18% dari sebelumnya sebesar 6,95%, seiring dengan juga naiknya yield UST Note 10 tahun ke level 4,689% pada 9 Januari 2025 dari sebelumnya di kisaran 6,95% pada 3 Januari 2025.
Wijayanto menyarankan untuk pemerintahan Prabowo untuk mencari sumber pendanaan fiskal yang lebih berkelanjutan.
Karena, ia menilai SBN bukanlah sumber pembiayaan yang dapat bertahan dalam jangka panjang. Tercatat, dari total Rp 8.530 triliun utang pemerintah sebesar Rp 7.483 atau sekitar 87,7%.
"Kenapa banyak SBN, utang itu mudah ini yang terjadi dalam 10 tahun terakhir. Tanpa fiskal yang bagus tidak bisa membiayai program-program pemerintah" ujarnya.
(mij/mij) Next Article Surat Utang RI Diserbu Investor, Sekali Lelang Tembus Rp46,6 T