²©²ÊÍøÕ¾

Jadi Mak Comblang Online, 3 Orang Ini Sukses Tajir Melintir!

Aulia Akbar, ²©²ÊÍøÕ¾
19 January 2023 14:15
Berkencan Lewat Tinder: Kala Perempuan Pakistan Menghalau Tabu
Foto: DW (SoftNews)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Belum lama ini muncul kabar bahwa di sepanjang 2022, pengeluaran Warga Indonesia untuk aplikasi kencan seperti Tinder, ternyata mencapai US$ 23,66 atau setara dengan Rp 358 miliar.

Akan tetapi, pengeluaran itu dinilai menjadi yang terendah di Asia Pasifik, terutama jika dibandingkan dengan Jepang dan China.

Beberapa dari Anda mungkin saja sudah pernah mengunduh atau jadi pengguna sejati dating apps yang tujuannya buat mencari jodoh di dunia maya.

Kali ini kita bakal membahas kisah dari sukses dari para pendiri aplikasi kencan tersebut. Berikut ulasannya.

1. Sean Rad

Sean Rad sejatinya tidak sendirian dalam mendirikan Tinder, masih ada Jonathan Badeen, Justin Mateen, Joe Munoz, Alexa Mateen, Dinesh Moorjani, dan Whitney Wolfe. Tapi nama Sean Rad merupakan sosok yang paling terkenal di antara yang lain, dan seringkali diperbincangkan di media.

Tinder dikelola oleh Match Group, Inc yang melantai di Nasdaq dengan kode saham MTCH. Dilansir dari The Verge, saat ini MTCH sudah menjadi perusahaan raksasa dengan jutaan pengguna.

Keluarga Rad bermigrasi dari Iran ke Negeri Paman Sam di era 1970-an. Awalnya, keluarga Rad mendirikan usaha berupa toko elektronik dan Rad sendiri bersekolah di Los Angeles sebelum akhirnya melanjutkan kuliah di University of Southern California tahun 2004, sayangnya Rad tidak lulus.

Sebelum mendirikan Tinder, Rad mendirikan dua perusahaan yang akhirnya dijual ke sebuah perusahaan investasi. Dia pun bergabung dengan Hatch Lab, sebuah program inkubator startup yang berbasis di New York.

Lewat sebuah event Hackaton dari Hatch Lab itulah, Rad dan Mateen memutuskan untuk mendirikan aplikasi perjodohan.

Awalnya, mereka menggunakan nama Matchbox. Konsep ini pun sukses dan tiga pekan kemudian, mereka diberikan suntikan dana sebesar US$ 50 ribu dan akhirnya, Matchbox pun berganti nama jadi Tinder dan Rad meluncurkan aplikasi ini secara resmi di 2012.

Keunggulan Tinder dibanding aplikasi kencan lainnya adalah dari tampilan dan penggunaannya yang mudah.

Saat itu, Mateen duduk di bangku kuliah dan dia kerap mempromosikan Tinder secara door to door dari kampus ke kampus, sekolah ke sekolah, atau dengan jasa influencer.

Cuma dalam waktu dua bulan, ribuan orang menginstall aplikasi ini dan aplikasi ini pun sudah berhasil mempertemukan jutaan pencari jodoh. Di tahun 2013, Tinder akhirnya mempunyai 400 ribu user dan dianugerahi penghargaan "Best New Startup of 2013" dari TechCrunch.

Kesuksesan Tinder akhirnya membuat Rad masuk dalam daftar Forbes Under 30.

Rad memimpin perusahaan ini dari tahun 2012 hingga Maret 2015, lalu posisi CEO itu digantikan oleh mantan petinggi eBay, Christopher Payne, dan Rad menduduki jabatan sebagai Presiden sekaligus head of product and marketing.

Tepat pada Agustus 2015, Rad kembali menjadi CEO dan memimpin Tinder hingga 2016, sebelum akhirnya digantikan oleh Greg Blatt.

Saat Blatt memimpin Tinder, Rad menduduki posisi Chairman hingga meninggalkan perusahaan yang didirikan 2017. Adapun penyebab Rad mundur adalah karena sengketa hukum terkait valuasi perusahaan aplikasi kencan tersebut.

Di 2018, Rad, Mateen, dan beberapa orang yang tergabung dalam tim pendiri Tinder menggugat Match dan IAC yang saat itu membeli Tinder. Rad mengklaim, IAC dan Match membeli Tinder di harga US$ 3 miliar, akan tetapi valuasi yang sebenarnya adalah US$ 13 miliar.

Dan pada 2021, Match Group setuju membayar Rad US$ 441 juta atau sekitar Rp 6,3 triliun (pada 2021) untuk kasus sengketa hukum ini.

2. Whitney Wolfe Herd

Perempuan kelahiran 1989 silam ini dulunya bergabung dalam tim pendiri Tinder. Dia bahkan sempat menjabat sebagai Vice President Marketing & Communication di aplikasi yang didirikan Sean Rad.

Di tahun 2012, Wolfe Herd bergabung dalam tim Sean Rad dalam Hackaton Hatch Lab. Kabarnya, dialah yang mencetuskan perubahan nama dari Matchbox ke Tinder, sekaligus logo api Tinder.

Kesuksesan Tinder membuat perempuan asal Salt Lake, Utah, ini terkenal di kampusnya.

Di tahun 2014, Wolfe Herd resign dari Tinder karena tekanan dari para petinggi Tinder. Tepat pada 30 Juni 2014, Wolfe Herd mengajukan tuntutan atas pelecehan seksual ke para petinggi Tinder dan akhirnya dia pun berhasil mendapatkan US$ 1 juta dan saham Tinder atas gugatannya.

Wolfe Herd juga sempat masuk dalam jajaran Forbes Under 30 di tahun 2017 dan 2018, serta Time 100 List. Akan tetapi, keberhasilan Wolfe Herd di tahun itu bukan karena Tinder, melainkan Bumble.

Di akhir 2014, Wolfe Herd pindah ke Texas dan memulai proyek Bumble, sebuah aplikasi kencan yang mendorong perempuan untuk melakukan pendekatan terlebih dulu ke pria.

Sekilas, Anda mungkin berpendapat bahwa aplikasi ini sangat unik. Memang benar, Bumble menyadari bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan pria untuk memulai hubungan, dan berkat inilah Bumble menjadi salah satu aplikasi kencan terunik.

Di tahun 2015, aplikasi ini sukses menjaring 15 juta pengguna.

Sebetulnya, saat Wolfe Herd meninggalkan Tinder, pendiri Badoo, Andrey Andreev menghubunginya dan menawarkan proyek aplikasi kencan. Alhasil, Badoo pun membeli Bumble.

Tepat pada Maret 2019, Bumble dan Tinder dinobatkan sebagai aplikasi kencan terpopuler di Amerika Serikat, dengan jutaan pengguna. Delapan bulan kemudian, MagicLab yang merupakan perusahaan induk Bumble dijual ke The Blackstone Group dengan valuasi US$ 3 miliar.

Wolfe Herd ditunjuk menjadi CEO MagicLab dan tepat pada 2020, Bumble Inc menggantikan MagicLab sebagai perusahaan induk aplikasi Bumble dan Badoo. Dan di 2021, Bumble Inc melantai di bursa Nasdaq dengan kode BMBL.

3. Sam Yagan

Setelah Tinder dan Bumble, ada juga aplikasi kencan yang bernama OkCupid. Sam Yagan adalah pendiri dari aplikasi ini.

Yagan adalah seorang putra imigran Suriah yang tinggal di Amerika Serikat. Pria yang kelahiran Illinois ini emang udah menunjukkan bakat-bakat entrepreneurial sejak masih muda.

Di tahun 1999, ketika dirinya kuliahd Harvard, ia mendirikan Spark Notes sebuah situs yang penyedia literatur buat belajar, puisi, artikel sejarah, hingga film. Penggunanya siapa lagi kalau bukan anak-anak sekolah. Yagan pun akhirnya menjual aplikasi ini ke Barnes & Noble di harga US$ 30 juta.

Di tahun 2003, setelah sukses mendirikan aplikasi peer to peer sharing eDonkey, Yagan mendirikan OkCupid bersama dua rekannya.

Karena kesukseannya di OkCupid, Yagan masuk ke rubrik 100 "Orang Paling Berpengaruh" versi Majalah TIME.

OkCupid memang tidak sepraktis Tinder, karena aplikasi ini memiliki banyak filter yang bisa digunakan. Dan banyak sekali pertanyaan yang harus dijawab user sebelum mereka menemukan jodohnya.

Bisa dibilang, perkembangan OkCupid dalam meraih user juga cukup masif. Hal ini disebabkan karena inovasi aplikasi OkCupid yang kerap memanfaatkan data-data sosial buat mencocokkan satu user dengan yang lainnya.

Di tahun 2011 Yagan menjual OkCupid ke IAC/InterActiveCorp (perusahaan induk Tinder) di harga US$ 90 juta atau setara Rp 1,2 triliun saat itu. Yagan pun ditunjuk menjadi CEO Match Inc.

Tepat pada 2018, perusahaan ini menunjuk Ariel Chartytan sebagai CEO dan ditahun itu pula OkCupid menjadi aplikasi kencan pertama yang memiliki halaman khusus untuk kaun LGBTQ.

Ìý


(aak/aak)

Tags
Recommendation
Most Popular