
Lepas dari Kemenkeu, Saatnya Otoritas Pajak Berdiri Sendiri
Hidayat Setiaji, ²©²ÊÍøÕ¾
10 January 2018 14:25

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) perubahan terhadap Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah berencana memisahkan Direktorat Jenderal Pajak dari Kementerian Keuangan. Nantinya, Ditjen Pajak akan menjadi badan otonom yang langsung di bawah presiden meski tetap berkoordinasi dengan Kemenkeu.
Pemisahan ini merupakan salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan awalnya badan otonom pajak direncanakan sudah terbentuk pada 2017.
Namun, proses menuju ke sana tidak mudah. Harus ada perubahan terhadap UU KUP, yang sekarang tengah berproses di parlemen.
Beberapa pihak meyakini bahwa lembaga pemungut pajak yang otonom bisa bergerak lebih leluasa. Mereka bisa membuat kebijakan sendiri untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, baik dalam hal anggaran, rencana kerja, sampai sumber daya manusia.
Bila mencari contoh lembaga pajak otonom, tentu yang terbayang adalah Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat (AS). IRS terkenal garang dan tidak kenal menyerah dalam mengejar potensi pajak.
Sebenarnya IRS juga tidak sepenuhnya otonom karena masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Namun IRS memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan, anggaran, dan sumber daya manusia.
Tanpa belenggu birokrasi yang berlapis, IRS pun leluasa dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Hasilnya, penerimaan pajak Negeri Paman Sam terus meningkat.
Revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang terakhir kali diubah pada 2009. Langkah ini dilakukan mengingat Ditjen Pajak tidak bisa leluasa menjalankan tugasnya bila masih di bawah Kemenkeu. Dalam hal anggaran, kebijakan, sampai rekrutmen, Ditjen Pajak harus mengikuti rencana kerja Kemenkeu.
Bank Pembangunan Asia (ADB) pada 2014 melakukan kajian tentang kebijakan pajak di sejumlah negara. Salah satu temuan ADB adalah masih minimnya kinerja pajak di Indonesia.
Dalam hal sumber daya manusia, Ditjen Pajak memang memiliki jumlah personel yang cukup banyak dibandingkan negara-negara tetangga. Namun rasio antara petugas pajak dengan populasi di Indonesia sangat timpang.
Dengan beban yang begitu berat (satu petugas pajak mengadministrasikan 3.736 wajib pajak), tidak heran penerimaan pajak nasional kurang optimal. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, penerimaan pajak Indonesia masih tertinggal. Hanya India yang performanya di bawah Indonesia.
Salah satu kesimpulan penelitian ADB adalah kinerja perpajakan di Indonesia memang belum baik, paling mudah melihat perbandingannya terhadap produk domestik bruto. Salah satu penyebabnya adalah kewenangan yang dimiliki administrasi perpajakan Indonesia tidak cukup luwes.
Oleh karena itu, menjadikan Ditjen Pajak sebagai lembaga otonom diharapkan mampu meningkatkan kinerja perpajakan nasional. Saat penerimaan pajak optimal, maka Indonesia akan memiliki modal yang besar untuk membangun secara mandiri.
Riset ADB juga menyebutkan minimnya sumbangan angkatan kerja terhadap pajak penghasilan (PPh). Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain dan lagi-lagi hanya unggul dari India.
(dru) Next Article Kacau! Penerimaan Pajak Hanya 84% Dari Target
Pemisahan ini merupakan salah satu janji kampanye Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan awalnya badan otonom pajak direncanakan sudah terbentuk pada 2017.
Namun, proses menuju ke sana tidak mudah. Harus ada perubahan terhadap UU KUP, yang sekarang tengah berproses di parlemen.
Beberapa pihak meyakini bahwa lembaga pemungut pajak yang otonom bisa bergerak lebih leluasa. Mereka bisa membuat kebijakan sendiri untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, baik dalam hal anggaran, rencana kerja, sampai sumber daya manusia.
Bila mencari contoh lembaga pajak otonom, tentu yang terbayang adalah Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat (AS). IRS terkenal garang dan tidak kenal menyerah dalam mengejar potensi pajak.
Sebenarnya IRS juga tidak sepenuhnya otonom karena masih harus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan. Namun IRS memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan, anggaran, dan sumber daya manusia.
Tanpa belenggu birokrasi yang berlapis, IRS pun leluasa dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Hasilnya, penerimaan pajak Negeri Paman Sam terus meningkat.
![]() |
Revisi Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang terakhir kali diubah pada 2009. Langkah ini dilakukan mengingat Ditjen Pajak tidak bisa leluasa menjalankan tugasnya bila masih di bawah Kemenkeu. Dalam hal anggaran, kebijakan, sampai rekrutmen, Ditjen Pajak harus mengikuti rencana kerja Kemenkeu.
Bank Pembangunan Asia (ADB) pada 2014 melakukan kajian tentang kebijakan pajak di sejumlah negara. Salah satu temuan ADB adalah masih minimnya kinerja pajak di Indonesia.
Dalam hal sumber daya manusia, Ditjen Pajak memang memiliki jumlah personel yang cukup banyak dibandingkan negara-negara tetangga. Namun rasio antara petugas pajak dengan populasi di Indonesia sangat timpang.
![]() |
Dengan beban yang begitu berat (satu petugas pajak mengadministrasikan 3.736 wajib pajak), tidak heran penerimaan pajak nasional kurang optimal. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga, penerimaan pajak Indonesia masih tertinggal. Hanya India yang performanya di bawah Indonesia.
![]() |
Salah satu kesimpulan penelitian ADB adalah kinerja perpajakan di Indonesia memang belum baik, paling mudah melihat perbandingannya terhadap produk domestik bruto. Salah satu penyebabnya adalah kewenangan yang dimiliki administrasi perpajakan Indonesia tidak cukup luwes.
Oleh karena itu, menjadikan Ditjen Pajak sebagai lembaga otonom diharapkan mampu meningkatkan kinerja perpajakan nasional. Saat penerimaan pajak optimal, maka Indonesia akan memiliki modal yang besar untuk membangun secara mandiri.
Riset ADB juga menyebutkan minimnya sumbangan angkatan kerja terhadap pajak penghasilan (PPh). Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain dan lagi-lagi hanya unggul dari India.
![]() |
Tim Riset ²©²ÊÍøÕ¾
(dru) Next Article Kacau! Penerimaan Pajak Hanya 84% Dari Target
Most Popular