²©²ÊÍøÕ¾

Pertumbuhan Ekonomi Tak Sepadan dengan Jumlah Lapangan Kerja

Herdaru Purnomo, ²©²ÊÍøÕ¾
14 February 2018 17:26
Walaupun ekonomi masih tumbuh, namun di balik angka tersebut ternyata jumlah lapangan pekerjaan yang dihasilkan tidak seimbang.
Foto: Infografis, Arie Pratama
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 tercatat 5,07% atau bisa dibilang stagnan. Walaupun ekonomi masih tumbuh, namun di balik angka tersebut ternyata jumlah lapangan pekerjaan yang dihasilkan tidak seimbang.

"Kemampuan perekonomian menciptakan lapangan kerja juga masih lemah," kata Ekonom Dradjad Wibowo dalam riset yang disampaikannya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Rabu (14/2/2018).

Dradjad mengungkapkan hal tersebut bukan tanpa dasar. Ia menggunakan varibel berapa jumlah tambahan orang yang bekerja untuk setiap 1% pertumbuhan ekonomi.

"Variabel ini dulu saya sebut 'elastisitas penciptaan kerja'. Mungkin terminologi yang lebih tepat adalah 'rasio penciptaan kerja'," katanya.

Dradjad memaparkan, berdasarkan data tahun 2004-2017 dengan menggunakan data dari BPS, tambahan jumlah penduduk yang bekerja mencapai angka tertinggi tahun 2012, yaitu 3,55 juta. Lalu tahun 2008 (3,54 juta) dan 2007 (3,44 juta). Pada tahun 2014-2016, angkanya turun ke sekitar 1,4-2 juta pekerja baru.

Pertumbuhan Ekonomi Tak Sepadan dengan Jumlah Lapangan KerjaDokumen Dradjad Wibowo

"Pada tahun 2017, angkanya naik tajam ke 3,25 juta. Namun angka ini mengundang pertanyaan. Karena, pertama, dilihat secara sektoral, tambahan terbesar lagi-lagi diperoleh dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan. Jumlahnya 1,09 juta pekerja baru," paparnya.

Masalahnya, lanjut Dradjad sektor ini meliputi pekerjaan seperti asisten rumah tangga, tukang pangkas rambut, pedagang asongan.

"Dan yang agak formal seperti pekerja sosial. Ini jelas bukan sektor yang seharusnya menjadi penopang penciptaan kerja," katanya.

Sektor perdagangan (termasuk rumah makan dan perhotelan) dan sektor industri tercatat menciptakan pekerjaan tambahan di atas 1 juta. Yaitu masing-masing 1,05 juta dan 1,03 juta.

"Namun, sektor ritel anjlok dan industri manufaktur padat karya banyak yang kesulitan. Padahal mereka banyak menciptakan lapangan kerja. Jadi agak aneh kalau kedua sektor ini mencatat tambahan pekerjaan yang besar," paparnya.

Kedua, dilihat dari variabel 'rasio penciptaan kerja', data menunjukkan, tahun 2015-2016 perekonomian hanya menciptakan sekitar 290.000-340.000 per 1% pertumbuhan. Padahal, menurut Dradjad, jika situasi normal, angkanya seharusnya bisa pada level 500.000 per 1% pertumbuhan ekonomi.

"Artinya, ekonomi Indonesia bukan hanya stagnan pertumbuhannya, tapi kemampuan penciptaan kerjanya juga di bawah normal," tegasnya.

Lebih lanjut Dradjad mengatakan, pada tahun 2017, rasio tersebut melonjak ke level 640.000 per 1% pertumbuhan.

"Terus terang saya heran dengan angka ini. Angkanya terlalu tinggi, bahkan untuk ukuran masa Orde Baru sekalipun, di mana pembangunan lebih terkendali. Selain itu, sumber terbesarnya dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan. Banyak pekerjaan dalam sektor ini yang kurang layak sebenarnya. Sementara, besarnya angka penciptaan kerja dari perdagangan dan industri kurang sesuai dengan situasi lapangan"

"Jadi, memang kemampuan penciptaan kerja masih di bawah normal. Padahal kalau kita hendak mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan, kuncinya ya kita harus mampu menciptakan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini perlu diperbaiki segera," tutup paparan Dradjad.
(aji) Next Article Kenaikan Anggaran Pertahanan China Salip Pertumbuhan PDB

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular