²©²ÊÍøÕ¾

Indonesia Tidak Ambisius dalam Perlindungan HAKI

Ester Christine Natalia, ²©²ÊÍøÕ¾
07 March 2018 07:58
Indonesia menduduki peringkat 43 dari 50 negara dalam hal perlindungan HAKI, tertinggal dari Singapura (9), Malaysia (22), dan Brunei Darussalam (35).
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pusat Inovasi Kebijakan Global (Global Innovation Policy Center/ GIPC) dari Kamar Dagang Amerika Serikat (U.S. Chamber of Commerce) menilai Asia Tenggara (ASEAN) sebagai kawasan yang sangat kompetitif dalam menerapkan perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

Pasalnya, pemerintah tiap negara saat ini memang sedang getol mengembangkan sistem perlindungan terhadap karya-karya inovatif yang menjadi bagian dari ekonomi kreatif. Persaingannya pun cukup ketat.

Menurut Indeks yang mengukur sistem HAKI di dalam hasil penelitian GIPC bertajuk "Create", Singapura memimpin di kawasan ASEAN dengan menduduki peringkat kesembilan dari 50 negara.

Malaysia menyusul dengan menduduki posisi ke 22, diikuti Brunei Darussalam di peringkat ke 35, Filipina di posisi 38, Vietnam di level 40, Thailand di posisi 40 dan Indonesia di posisi 43.

Negara-negara, seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam, masih sama-sama berjuang menjalankan program jangka panjang dalam memperkuat koordinasi antarlembaga pemerintah terkait penerapan HAKI.

"Mereka [negara-negara tersebut] tidak terlalu ambisius untuk HAKI. Sangat disayangkan," kata Patrick Kilbride, Wakil Presiden Internasional GIPC, kepada ²©²ÊÍøÕ¾ saat ditemui di Hotel Mandarin Oriental di Jakarta hari Selasa (6/3/2018).

Ia juga menjelaskan bahwa para pebisnis umumnya akan membandingkan tingkat perlindungan HAKI di tiap-tiap negara sebelum memutuskan untuk berbisnis atau berinvestasi.

GICP sendiri menilai HAKI bisa menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi dari sektor kreatif, serta menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi para kreator. Tentu kreator akan kesusahan menjual karyanya jika tidak ada perlindungan menyeluruh yang bisa menangkal kemungkinan pembajakan, kata Patrick.

"HAKI menciptakan status kepemilikan untuk membantu kreator menarik mitra, mengakses pembiayaan, dan melisensikan teknologinya [atau karyanya]. Tidak ada satupun dari hal-hal tersebut yang bisa dicapai tanpa HAKI," katanya.

GIPC menggunakan delapan indikator dalam menilai bagaimana suatu negara melindungi HAKI para kreator, termasuk implementasi hak paten, hak cipta, dan tindakan hukum terhadap pelanggarnya.


Kadin AS menilai Singapura bisa jauh lebih unggul dibanding negara-negara tetangganya karena sudah cukup lama memulai usaha perlindungan HAKI.

"Singapura bisa berada di posisi kesembilan karena sudah melakukan komitmen politik jangka panjang dengan cara bergabung ke dalam jaringan HAKI, tidak hanya di kawasan tapi juga secara global," kata Patrick.

Ia juga berpendapat Malaysia sudah melakukan komitmen yang lantang selama bertahun-tahun untuk memperkuat HAKI.
(prm) Next Article Indonesia Kalah dari Negara Tetangga dalam Perlindungan HAKI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular