²©²ÊÍøÕ¾

Panas Dingin AS-China yang Berujung Perang Dagang

Prima Wirayani, ²©²ÊÍøÕ¾
23 March 2018 12:16
Bibit perang dagang telah tersemai sejak April tahun lalu.
Foto: REUTERS/Jonathan Ernst
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia memanas. Amerika Serikat (AS), negara dengan perekonomian terbesar di dunia menetapkan kebijakan pengenaan bea masuk untuk impor produk-produk berteknologi tinggi dari China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia.

Pengenaan bea impor ini adalah yang kali ketiga dilakukan oleh pemerintah AS di bawah pimpinan Presiden Donald Trump, yang terkenal dengan jargon proteksionisnya yaitu America First.

China, sang Macan Asia, tak tinggal diam. Negari Tirai Bambu pada hari Jumat (23/3/2018) langsung mengumumkan daftar 128 barang impor asal AS yang akan dikenakan bea masuk apabila tak ada kesepakatan yang dicapai antara kedua negara.


Perang dagang antara kedua raksasa ini dimulai April tahun lalu ketika Trump memerintahkan penyelidikan terhadap dugaan "kecurangan" yang dilakukan negara rekan dagang AS yang mengakibatkan tingginya defisit neraca perdagangan. China adalah salah satu negara yang diselidiki. Kementerian Perdagangan China ketika itu mengatakan negaranya bersedia bekerja sama dengan AS dengan dasar kesetaraan dan prinsip saling menguntungkan untuk menyelesaikan masalah. 

AS membukukan defisit dagang dengan China US$ 375 miliar (Rp 5.170 triliun) pada 2017 . Jumlah tersebut mencapai 2/3 dari defisit dagang AS yang senilai $566 miliar. China melaporkan surplus dagang dengan AS sebesar US$276 miliar atau 2/3 dari surplus global yang dilaporkan negara itu.

Serangan Pertama Targetkan China dan Korea Selatan

Belum jelas hasil investigasi yang juga mencantumkan nama Indonesia di daftarnya itu, Trump mengambil tindakan protektif yang nyata. Pada Januari 2018, eks taipan properti itu menetapkan bea masuk hingga 30% untuk impor mesin cuci jenis tertentu dan panel surya. China dan Korea Selatan adalah negara yang terpukul penerapan bea impor itu.

Dua perusahaan elektronik asal Korea Selatan, Samsung Electronics dan LG Electronics, secara gabungan mengirim sekitar 2,5-3 juta mesin cuci setiap tahunnya ke AS dengan nilai penjualan sekitar $1 miliar (Rp 13,3 triliun). Mereka menguasai 1/4 pangsa pasar AS yang selama ini didominasi oleh profuk lokal yaitu Whirlpool dan General Electric.

China, yang merupakan produsen panel surya terbesar di dunia, ketika itu menyebut tindakan Trump sebagai 'aksi berlebihan' yang akan mengganggu situasi perdagangan dunia.

"Keputusan AS ini adalah penyalahgunaan kebijakan perdagangan, dan China menyatakan ketidakpuasan yang mendalam. China akan bekerja sama dengan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) untuk secara tegas mempertahankan kepentingannya yang sah dari keputusan AS yang salah itu," tegas Wang Hejun, kepala Biro Investigasi Perdagangan dan Kebijakan China.

Langkah awal Trump itu dikhawatirkan akan memantik menjalarnya kebijakan proteksionis ke seluruh dunia. Benar saja. Sang presiden kontroversial itu kembali meresahkan dunia karena mengumumkan pengenaan bea masuk baja dan aluminium dengan alasan keamanan nasional dan melindungi industri dalam negeri.

Bea Impor Baja dan Aluminium

Serangan kedua Trump jadi kenyataan ketika ia menandatangani kebijakan pengenaan bea masuk 25% untuk impor baja dan 10% untuk aluminium. Beberapa negara, seperti Kanada, Meksiko, dan Eropa, sementara ini dikecualikan dari pengenaan bea masuk itu.

Parlemen China sendiri mengatakan akan mengambil tindakan yang diperlukan apabila kepentingan negaranya dirugikan akibat pengenaan bea masuk itu. China adalah produsen baja terbesar di dunia, tetapi ekspor baja negara ini hanya 1% dari keseluruhan impor baja AS. China juga hanya menjual 10% dari produksi aluminiumnya ke luar negeri. Pemerintah China menyebut tindakan Trump itu hanya akan menyebabkan kehancuran pada pertumbuhan ekonomi global.

"Tidak ada pemenang dalam perang dagang. Ini hanya akan membawa bencana ke China dan Amerika Serikat dan dunia," kata Menteri Perdagangan China Zhong Shan.

Selepas menerapkan tarif baru itu, Trump juga berkicau bahwa ia telah meminta China membuat langkah-langkah untuk mengurangi US$100 miliar dari keseluruhan nilai surplus perdagangannya dengan AS.

Juru Bicara Gedung Putih Sarah Sanders menolak memberi informasi rinci tentang bagaimana pemerintahnya ingin China mencapai tujuan pengurangan surplus tersebut. Berbagai usaha yang kemungkinan akan dilakukan adalah meningkatkan pembelian produk AS seperti kedelai atau pesawat, serta membuat perubahan besar di dalam kebijakan industri, memangkas subsidi untuk badan usaha milik negara, atau semakin mengurangi kapasitas baja dan aluminium.

Permintaan tersebut muncul bersamaan dengan persiapan AS untuk kembali mengenakan bea impor untuk produk konsumen, teknologi informasi, dan telekomunikasi dari China senilai US$ 60 miliar sebagai bagian dari investigasi AS terhadap dugaan praktik 'pencurian' kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan teknologi AS oleh China.

Serangan Terbaru, Sasar Produk Teknologi China

Trump akhirnya menandatangani kebijakan pengenaan bea masuk yang menargetkan impor asal China senilai hingga US$ 60 miliar atau sekitar Rp 824 triliun. "Ini adalah yang pertama dari banyak [kebijakan serupa lainnya]," kata Trump pada saat penandatanganan.

Kebijakan baru itu didesain untuk 'menghukum' China atas praktik perdagangannya yang disebut oleh pemerintahan Trump mencuri hak kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan AS. Kebijakan itu pada awalnya akan dikenakan pada produk-produk tertentu di sektor teknologi di mana China memiliki keuntungan dibandingkan AS.

Berselang sehari, pemerintah China mengeluarkan daftar barang-barang impor dari AS senilai US$3 miliar yang akan dikenai tarif baru. Daftar itu sebenarnya dikeluarkan untuk merespons pengenaan bea masuk impor baja dan aluminium Trump.


Kementerian Perdagangan China mengancam akan mengenakan tarif 15% untuk 120 produk, termasuk buah segar, kacang-kacangan, ginseng, dan anggur (wine), bernilai hampir US$ 1 miliar bila negosiasinya dengan AS tidak mencapai kesepakatan.

Untuk tahap kedua, bea masuk 25% akan dikenakan ke delapan produk, termasuk daging babi dan aluminium, bernilai hampir US$ 3 miliar. Namun, daftar tersebut tidak mencantumkan kedelai, yang sebelumnya disebut-sebut akan ditargetkan oleh pemerintahan China untuk dikenai tarif.

Bila kedelai dikenakan bea masuk, hal itu akan memukul para petani di AS karena 1/3 dari ekspor kedelai mereka dikirim ke China dengan nilai fantastis US$14 miliar tahun lalu.
(aji) Next Article Biden Tiba-Tiba Kecam China, Gegara Perang Dagang Lagi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular