²©²ÊÍøÕ¾

Syukurlah Indonesia Tak Jadi Tuan Rumah Piala Dunia

Hidayat Setiaji, ²©²ÊÍøÕ¾
08 June 2018 14:31
Syukurlah Indonesia Tak Jadi Tuan Rumah Piala Dunia
Foto: Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR
Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Piala Dunia 2022 memang sudah menjadi jatah Qatar. Namun, ternyata Indonesia sempat mengajukan diri menjadi tuan rumah.Ìý

Proses lelang menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 dimulai pada awal 2009. Awalnya ada 11 proposal yang masuk, tetapi kemudian Meksiko menarik diri.Ìý

Dari 11 proposal tersebut, terselip nama Indonesia. Namun, Asosiasi Sepakbola Dunia (FIFA) menolak permintaan Indonesia. Pasalnya, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) tidak mampu melampirkan surat dukungan dari pemerintah.Ìý

"Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa perhatian utama saat itu adalah rakyat dan pembangunan negara. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa mengeluarkan dukungan," ungkap Sekretaris Jenderal FIFA kala itu, Jerome Valcke, dikutip dari BBC.Ìý

Padahal, saat itu PSSI berjanji untuk membangun tujuh stadion baru. Pertandingan rencananya akan digelar di 11 kota.Ìý

"Kami telah menginformasikan kepada pihak Indonesia bahwa karena mereka tidak bisa melengkapi dokumen dan jaminan pemerintah, maka Indonesia bukan lagi kandidat tuan rumah Piala Dunia 2022," lanjut Valcke.Ìý

Merespons situasi ini, mungkin saja suara rakyat terbelah. Mungkin ada yang menyayangkan keputusan itu karena menjadi tuan rumah Piala Dunia mungkin hanya terjadi sekali dalam seumur hidup. Menjadi tuan rumah juga mendekatkan masyarakat kepada bintang-bintang sepakbola dunia.Ìý

Selain itu, Indonesia juga bisa mempromosikan perdagangan, investasi, sampai pariwisata dengan menjadi tuan rumah ajang empat tahunan ini. Belum lagi dampak-dampak ekonomi lainnya, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan konsumsi masyarakat, kenaikan tingkat hunian penginapan/hotel, pertumbuhan sektor transportasi, dan lain-lain.Ìý

Memang sayang ketika kesempatan menjadi penyelenggara Piala Dunia terlewatkan. Indonesia bisa kehilangan berbagai peluang emas di depan mata.Ìý

Namun, pasti ada suara-suara yang justru bersyukur. Pasalnya, menjadi shahibul bayt Piala Dunia bukan urusan gampang. Persiapannya butuh waktu, tenaga, dan tentu saja uang.Ìý

Ambil contoh pembangunan stadion. PSSI berjanji membangun tujuh stadion baru berstandar dunia demi menggelar Piala Dunia.Ìý

Pembangunan stadion tidak murah, kawan. Demi membangun dan merenovasi stadion untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia, Rusia menghabiskan 203,5 miliar rubel. Jika dikonversi dalam rupiah, maka hasilnya adalah sekitar Rp 45,65 triliun. Ini baru dari sisi stadion, belum sarana dan prasarana lainnya. Ìý

Piala Dunia membuat belanja pemerintah meningkat karena kebutuhan pembangunan infrastruktur dan sebagainya. Pemerintah Rusia pun harus merelakan anggaran negara terus mengalami defisit dalam jumlah yang lumayan.

Syukurlah Indonesia Tak Jadi Tuan Rumah Piala DuniaMinistry of Finance, Russian Federation
Kasus serupa tidak hanya terjadi di Rusia. Tuan rumah Piala Dunia 2014, Brasil, juga harus memeras anggaran.Ìý

Mengutip laporan Sport Business Journal, biaya Negeri Samba untuk menjadi tuan rumah mencapai US$15 miliar-20 miliar (Rp 208,93 triliun-278,58 triliun dengan kurs sekarang). Sementara pendapatan dari hak siar, tiket, sponsor, dan pemasaran menjadi hak FIFA. Brasil kira-kira hanya menikmati sekitar US$500 juta (Rp 6,97 triliun) dari pengeluaran turis.Ìý

FIFA memang kemudian memberi 'santunan' kepada Brasil atas nama World Cup Legacy Fund. Namun, nilainya hanya US$100 juta (Rp 1,39 triliun). Intinya, Brasil rugi berat. Tekor mati-matian demi menjadi tuan rumah Piala Dunia.Ìý

Apalagi setelah Piala Dunia beberapa infrastruktur yang dibangun justru menjadi beban. Infrastruktur ini tidak bisa menghasilkan pendapatan, dan malah mangkrak.Ìý


Misalnya, Stadion Maracana yang legendaris itu. Stadion ini sudah cukup berumur, pernah menjadi saksi tumpahnya air mata rakyat Brasil kala takluk di final Piala Dunia 1950 oleh Uruguay.Ìý

Untuk mempercantik tampilannya, Brasil merenovasi Maracana agar lebih modern dan sesuai dengan standar FIFA. Biaya renovasi itu dikabarkan mencapai US$500 juta (Rp 6,97 triliun).Ìý

Namun selepas Piala Dunia, Maracana tak terurus. Rumput stadion ini tak lagi hijau, tetapi sudah gundul. Warnanya berubah coklat karena yang ada adalah tanah. Tidak ada lagi rumput.Ìý

Maracana juga menjadi korban vandalisme dan pencurian. Kursi dan berbagai perlengkapan stadion sudah berpindah tangan. Menurut laporan CNN, kira-kira 10% kursi hilang dan tanah lapangan dihuni oleh cacing-cacing.Ìý

Lebih menyedihkan lagi, aliran listrik ke Maracana sudah diputus karena tagihan yang tidak kunjung dibayar. Kini Maracana gelap gulita kala malam tiba.Ìý

Apa yang terjadi di Maracana menggambarkan bahwa gelontoran uang yang dikeluarkan Brasil seakan sia-sia. Untuk kesenangan jangka pendek, uang dihambur-hamburkan dan menjadi beban dalam jangka panjang.Ìý

Indonesia bisa saja mengalami seperti Brasil jika menjadi tuan rumah Piala Dunia. Infrastruktur mangkrak, uang terbuang sia-sia, padahal bisa saja uang itu didapat dari utang. Akibatnya utang harus dibayar sementara dampak ekonomi dari infrastruktur yang dibangun sudah tidak ada.Ìý

Jadi, mungkin kita harus bersyukur Indonesia tidak jadi tuan rumah Piala Dunia...


TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾ INDONESIA


Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular