Harga Freeport Rp 53 T Mahal atau Murah? Ini Jawabnya
Anastasia Arvirianty, ²©²ÊÍøÕ¾
19 July 2018 16:53

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾- Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium/Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin membeberkan alasan kenapa divestasi Freeport Rp 53,9 triliun atau US$ 3,85 triliun itu terbilang murah.
Ketika dijumpai di kantornya, di Jakarta, Rabu (18/9/2018), Budi mengatakan ada cara rumit dan sederhana untuk menghitung mahal tidaknya nilai divestasi tersebut.
Yang pertama, tutur Budi, jika menilik pada yang paling rumit, sudah ada cara perhitungannya yakni melihat berapa earning after tax (EAT) atau laba bersih setelah pajak. "Jadi, berapa earning after tax-nya, sampai akhir dihitung, dikalkulasi, sehingga keluar angkanya. Angka itu sebenarnya yang kami dapatkan sekitar 18% dari perhitungan seperti itu," ujarnya.
"Misalnya, kami beli US$ 3,85 miliar itu untuk 45%, jadi 100%-nya itu sekitar US$ 8,2 miliar lah. Untuk informasi teman-teman, EBITDA-nya Freeport kalau dalam kondisi sustain, itu rata-rata kisarannya US$ 4 miliar, profit after tax/earning after tax-nya dia dalam kondisi normal, itu sekitar US$ 2 miliar. Jadi, kalau enterprise value atau harga perusahaan US$ 8 miliar, maka enterprise value per EBITDA itu sekitar US$ 2 miliar," jelas Budi.
Dengan begitu, tambah Budi, apabila enterprise value dari Freeport US$ 8 miliar, kalau dibandingkan dengan earnings, jika enterprise value dibagi earnings, maka didapatkan hasil empat kali, lalu enterprise valuenya delapan dikali sembilan.
Adapun, jika ingin menggunakan price to earning ratio (PER) ini sebagai standar yang bisa dibandingkan dengan rata-rata perusahaan terbuka di seluruh Indonesia yang terdaftar di BEI, maka nilai US$ 3,85 miliar tersebut jauh di bawah rata-rata valuasi perusahaan di BEI.
"Memang saya agak ketinggalan karena sudah keluar dari dunia perbankan cukup lama, dulu sih rata-rata PER itu sekitar 16-17 kali. Sekarang mungkin sudah turun sekitar 12-14 kali, tapi untuk perbandingan, kami kan belinya di angka empat, kalau dibanding 12-14 kali, jadi jauh kan di bawah rata-rata valuasi di BEI," tambahnya.
Cara kedua yang lebih gampang, Budi menjelaskan, cadangan terbukti atau potensi cadangan Freeport di Papua itu sekarang US$ 150 miliar, jadi kalau kita beli dengan harga US$ 3,85 miliar, ya bisa dibandingkan dengan angka itu (cadangan).Â
Atau ada cara ketiga yang juga dinilai mudah oleh Budi. Ia mengungkapkan, Freeport pernah menawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk diminta divestasi menjadi 30%, dengan penawaran setiap 10% senilai US$ 1,6 miliar. Sehingga, jika Indonesia membeli 45% itu berarti harganya sekitar  US$ 8 miliar, dibandingkan dengan US$ 3,85 miliar maka nilai divestasi saat ini jauh lebih murah.
Harga yang dulu ditawarkan itu hanya Freeport tanpa memperhitungkan possibility ke depan, kalau memperhitungkan possibility kan harga yang US$ 8 koma berapa miliar ini mesti dibagi lagi dan jadinya bisa US$ 12 miliar dolar.
"Atau yang keempat juga lebih gampang lagi, jika dilihat dari profit. Profit Freeport itu US$ 2 miliar, jadi kalau saya pegang 51% kan saya dapat US$ 1 miliar ya, jadi kalau US$ 3,85 miliar, ya empat tahun kemudian balik modal," jelas pria berkacamata ini.
Nah dengan empat perhitungan itu, jika melalui perbandingan, PER Freeport 4 dibandingkan 12, kedua membeli US$ 3,85 miliar dengan nilai potensi cadangannya US$ 150 miliar, ketiga Freeport yang sudah pernah tawarkan ekuivalen sekitar US$ 12 miliar, tapi Indonesia bisa dapat US$ 3,85 miliar, maka nilai divestasi saat ini bisa dibilang murah.
(gus/gus) Next Article Jokowi Minta RI Kuasai 51% Saham Freeport Bulan Ini
Ketika dijumpai di kantornya, di Jakarta, Rabu (18/9/2018), Budi mengatakan ada cara rumit dan sederhana untuk menghitung mahal tidaknya nilai divestasi tersebut.
"Misalnya, kami beli US$ 3,85 miliar itu untuk 45%, jadi 100%-nya itu sekitar US$ 8,2 miliar lah. Untuk informasi teman-teman, EBITDA-nya Freeport kalau dalam kondisi sustain, itu rata-rata kisarannya US$ 4 miliar, profit after tax/earning after tax-nya dia dalam kondisi normal, itu sekitar US$ 2 miliar. Jadi, kalau enterprise value atau harga perusahaan US$ 8 miliar, maka enterprise value per EBITDA itu sekitar US$ 2 miliar," jelas Budi.
Dengan begitu, tambah Budi, apabila enterprise value dari Freeport US$ 8 miliar, kalau dibandingkan dengan earnings, jika enterprise value dibagi earnings, maka didapatkan hasil empat kali, lalu enterprise valuenya delapan dikali sembilan.
Adapun, jika ingin menggunakan price to earning ratio (PER) ini sebagai standar yang bisa dibandingkan dengan rata-rata perusahaan terbuka di seluruh Indonesia yang terdaftar di BEI, maka nilai US$ 3,85 miliar tersebut jauh di bawah rata-rata valuasi perusahaan di BEI.
"Memang saya agak ketinggalan karena sudah keluar dari dunia perbankan cukup lama, dulu sih rata-rata PER itu sekitar 16-17 kali. Sekarang mungkin sudah turun sekitar 12-14 kali, tapi untuk perbandingan, kami kan belinya di angka empat, kalau dibanding 12-14 kali, jadi jauh kan di bawah rata-rata valuasi di BEI," tambahnya.
Cara kedua yang lebih gampang, Budi menjelaskan, cadangan terbukti atau potensi cadangan Freeport di Papua itu sekarang US$ 150 miliar, jadi kalau kita beli dengan harga US$ 3,85 miliar, ya bisa dibandingkan dengan angka itu (cadangan).Â
Atau ada cara ketiga yang juga dinilai mudah oleh Budi. Ia mengungkapkan, Freeport pernah menawarkan kepada pemerintah Indonesia untuk diminta divestasi menjadi 30%, dengan penawaran setiap 10% senilai US$ 1,6 miliar. Sehingga, jika Indonesia membeli 45% itu berarti harganya sekitar  US$ 8 miliar, dibandingkan dengan US$ 3,85 miliar maka nilai divestasi saat ini jauh lebih murah.
Harga yang dulu ditawarkan itu hanya Freeport tanpa memperhitungkan possibility ke depan, kalau memperhitungkan possibility kan harga yang US$ 8 koma berapa miliar ini mesti dibagi lagi dan jadinya bisa US$ 12 miliar dolar.
"Atau yang keempat juga lebih gampang lagi, jika dilihat dari profit. Profit Freeport itu US$ 2 miliar, jadi kalau saya pegang 51% kan saya dapat US$ 1 miliar ya, jadi kalau US$ 3,85 miliar, ya empat tahun kemudian balik modal," jelas pria berkacamata ini.
Nah dengan empat perhitungan itu, jika melalui perbandingan, PER Freeport 4 dibandingkan 12, kedua membeli US$ 3,85 miliar dengan nilai potensi cadangannya US$ 150 miliar, ketiga Freeport yang sudah pernah tawarkan ekuivalen sekitar US$ 12 miliar, tapi Indonesia bisa dapat US$ 3,85 miliar, maka nilai divestasi saat ini bisa dibilang murah.
(gus/gus) Next Article Jokowi Minta RI Kuasai 51% Saham Freeport Bulan Ini
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular