վ

Sandi Uno: Dari Korban Krismon, Raja Investasi, ke Cawapres

Arif Gunawan, վ
10 August 2018 08:17
Sandi Uno: Dari Korban Krismon, Raja Investasi, ke Cawapres
Foto: վ/Muhammad Sabki
Jakarta, վ - Ketika krisis moneter menerpa Asia pada 1997, Sandiaga Salahuddin Uno balik dari Singapura ke Indonesia dengan status pengangguran. Bangkit menjadi salah satu bankir investasi kenamaan, pria berdarah Gorontalo itu kini mengincar posisi Wakil Presiden Republik Indonesia.

Lahir di Rumbai, Pekanbaru, 28 Juni 1969, Sand mengawali kesuksesan politiknya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada Oktober 2017. Dia memenangkan kursi itu lewat pemilihan kepala daerah yang "panas" bersama Anies Baswedan.

Sebelum itu, nama Sandi hanya dikenal di percaturan nasional sebagai bankir investasi yang memiliki kepedulian khusus pada kewirausahaan dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Dia pernah menjadi bintang iklan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) mengenai UMKM.

Maklum saja, sejak 2005-2008, Sandi menduduki posisi sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Ia juga menjadi Ketua Komite Tetap Bidang UMKM di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pada 2004.

Pria yang gemar basket dan lari ini memulai usahanya lewat perusahaan investasi (private equity fund) bernama PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG). Bisnis utamanya adalah membeli perusahaan potensial yang kepayahan untuk disehatkan dan dijual lagi ke penawar tertinggi.

Perusahaan itu didirikannya bersama teman semasa SMA yakni Rosan Perkasa Roeslani, yang kini menjadi Ketua Kadin dan juga Edwin Soeryadjaya-putra William Soeryadjaya sang pendiri Astra.

Di bawah mentor William, ketiganya sukses mengembangkan perusahaan tersebut, terutama dengan jejaring bisnis mereka di dalam dan luar negeri. Sandi terkenal di kalangan alumni perguruan tinggi Amerika Serikat (AS) karena lulus dengan status summa cum laude dari Wichita State University dan George Washington University.

Hingga 2009, Saratoga telah mengakuisisi 12 perusahaan yang sebagian di antaranya sukses dijual kembali dengan harga tinggi. Salah satu kesuksesannya adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang mencatat sejarah nasional sebagai perusahaan dengan nilai pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) terbesar yakni Rp 12 trilun.

Selama 10 tahun terakhir ini, total nilai dividen yang dibagikan Adaro mencapai US$1 miliar (Rp 14 triliun) atau melampaui nilai modal yang mereka kumpulkan dari publik ketika IPO. Dari kinerja tahun 2017, Adaro membagikan dividen senilai Rp 2 triliun.

Selain Adaro, menurut catatan Tim Riset վ, Sandi memiliki saham di empat emiten lainnya yakni PT Provident Agro Tbk (PALM), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA), dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX).
Kesuksesan Saratoga membawa nama Sandi ke daftar orang terkaya urutan ke-29 di Indonesia menurut majalah Forbes pada 2009. Pada 2011, Forbes kembali merilis daftar orang terkaya di Indonesia dengan namanya bercokol di posisi ke-37 dengan total kekayaan US$660 juta.

Masih muda, karir bisnis moncer, dan memiliki “segalanya”, perhatian bapak dua anak dari perkawinannya dengan Nur Asia ini pun mengantarkannya pada keinginan untuk mencapai kesuksesan di sisi lain dunia, yakni perpolitikan, dengan terjun di Pilkada DKI tahun lalu.

Demi fokus pada karir politiknya, Sandiaga mengundurkan diri dari posisi direktur utama di Saratoga pada 2017. Langkah ini juga diharapkan bisa menghindarkan konflik kepentingan dengan tugas barunya sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Hanya saja, bukan berarti dia melepas kepemilikannya di saham perusahaan investasi tersebut. Mengutip Reuters, saat ini Sandi memiliki 27,8% dari total saham beredar SRTG atau sebanyak 754,12 juta saham.

Pada Kamis (9/8/2018), kemunculan namanya sebagai cawapres dari kubu Gerindra bersama Prabowo Subianto menjadi landmark cemerlangnya karir politiknya. Dia hanya membutuhkan waktu kurang dari 2 tahun untuk mencapai posisi tersebut.

Namun yang perlu dicatat, jalan menuju kesuksesan politik itu telah dibangunnya sejak 20 tahun lalu ketika Sandi membangun kerajaan bisnisnya selepas menjadi pengangguran. Dari situlah Sandi menyusun pundi-pundi uang, yang dalam diktum politik kontemporer sering disebut sebagai "logistik".

Sandi menjadi cawapres pertama dari "jalur independen" (mengalahkan nama dari Partai Amanat Nasional/PAN, Partai Keadilan Sejahtera/PKS, dan bahkan Partai Demokrat) di ajang pilpres langsung. Dia mundur dari Gerindra dan pindah ke jalur independen lewat lobi kuat ke partai pendukung Gerindra.

Keberhasilannya menggondol tiket kursi cawapres ini menunjukkan bahwa jika anda ingin cepat melejit dalam politik, jadilah pengusaha sukses dulu. 

Uang memang bukan tujuan akhir dari politik. Hanya saja, uang adalah alat atau sarana penting untuk mengonsolidasikan dukungan (di tingkat elit) dan menggerakkan aset serta instrumen politik (untuk menjangkau akar rumput) di negara kepulauan yang berpenduduk 260 juta orang ini.

Apakah karir politik Sandi yang sangat cepat ini bakal berakhir seperti bintang jatuh yang terang sesaat dan menghilang, ataukah berujung kesuksesan seperti di Pilkada DKI? Kita lihat saja. Yang pasti, lagi-lagi warga DKI kehilangan pimpinannya sama seperti ketika Jokowi meloncat ke laga Pilpres 2014.


TIM RISET վ INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular