
Migas Jadi Biang Kerok Defisit Neraca, Ini Kata Wamen ESDM
Gustidha Budiartie, ²©²ÊÍøÕ¾
28 August 2018 14:22

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit dalam beberapa bulan terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut defisit paling besar disumbang oleh sektor migas.
Menurut data BPS, di semester-I 2018 defisit migas mencapai US$ 5,39 miliar atau sekitar Rp 78,8 triliun.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengakui memang defisit migas cukup besar sepanjang tahun ini.
Berdasar data ESDM di triwulan I-2018 angka defisit migas mencapai US$ 2,6 miliar sementara di triwulan II-2018 US$ 2,43 miliar.
Sementara jika dibandingkan periode serupa tahun lalu masing-masing adalah US$ 2,49 miliar dan US$ 1,62 miliar.
"Sehingga jika total defisit 2018 dikurangi periode serupa 2017, kenaikan defisitnya hanya US$ 0,93 miliar. Jumlah ini sebenarnya tidak seberapa dibanding kontribusi kenaikan pendapatan negara dari migas," kata Arcandra dalam acara makan siang bersama, Selasa (28/8/2018).
Menurut catatan ESDM, pendapatan migas di semester-I 2018 dibanding periode serupa di 2017 naik hingga US$ 3,5 miliar. "Jadi tahun ini sebenarnya ekspor lebih baik," lanjutnya.
Tetapi memang ada beberapa faktor yang sulit dihindari dan membuat migas defisit. Faktor pertama adalah penurunan produksi, yang dari target 800 ribu barel sehari realisasinya hanya 770.000 barel per hari. Artinya, ada kekurangan produksi 30.000 barel sehari.
Belum lagi dengan masuknya blok Mahakam ke Pertamina. Artinya minyak produksi blok ini yang semula ditujukan untuk ekspor, tahun ini dimanfaatkan langsung untuk kebutuhan dalam negeri.
Kedua tentunya impor yang naik akibat konsumsi bertambah. Impor BBM tahun ini naik 6 juta barel dibanding 2017, sementara impor crude atau minyak mentah naik 1 juta barel.
Ketiga jelas karena harga minyak yang semakin dinamis, yakni Indonesian Crude Price (ICP) yang US$ 51 per barel di 2017, rata rata Januari-Juni 2018 sudah mencapai US$ 66 per barel
(dru) Next Article Jokowi Sorot Tekornya RI Berdagang dengan China
Menurut data BPS, di semester-I 2018 defisit migas mencapai US$ 5,39 miliar atau sekitar Rp 78,8 triliun.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengakui memang defisit migas cukup besar sepanjang tahun ini.
![]() |
Berdasar data ESDM di triwulan I-2018 angka defisit migas mencapai US$ 2,6 miliar sementara di triwulan II-2018 US$ 2,43 miliar.
"Sehingga jika total defisit 2018 dikurangi periode serupa 2017, kenaikan defisitnya hanya US$ 0,93 miliar. Jumlah ini sebenarnya tidak seberapa dibanding kontribusi kenaikan pendapatan negara dari migas," kata Arcandra dalam acara makan siang bersama, Selasa (28/8/2018).
Menurut catatan ESDM, pendapatan migas di semester-I 2018 dibanding periode serupa di 2017 naik hingga US$ 3,5 miliar. "Jadi tahun ini sebenarnya ekspor lebih baik," lanjutnya.
Tetapi memang ada beberapa faktor yang sulit dihindari dan membuat migas defisit. Faktor pertama adalah penurunan produksi, yang dari target 800 ribu barel sehari realisasinya hanya 770.000 barel per hari. Artinya, ada kekurangan produksi 30.000 barel sehari.
Belum lagi dengan masuknya blok Mahakam ke Pertamina. Artinya minyak produksi blok ini yang semula ditujukan untuk ekspor, tahun ini dimanfaatkan langsung untuk kebutuhan dalam negeri.
Kedua tentunya impor yang naik akibat konsumsi bertambah. Impor BBM tahun ini naik 6 juta barel dibanding 2017, sementara impor crude atau minyak mentah naik 1 juta barel.
Ketiga jelas karena harga minyak yang semakin dinamis, yakni Indonesian Crude Price (ICP) yang US$ 51 per barel di 2017, rata rata Januari-Juni 2018 sudah mencapai US$ 66 per barel
(dru) Next Article Jokowi Sorot Tekornya RI Berdagang dengan China
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular