
RI Masih Ekspor Kelapa Segar, Industri di Dalam Negeri Teriak
Rahajeng Kusumo Hastuti, ²©²ÊÍøÕ¾
14 October 2019 18:55

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI/Indonesia Eximbank) berupaya mengoptimalkan ekspor industri pengolahan kelapa. Pasalnya industri ini memiliki potensi yang sangat tinggi, apalagi Indonesia merupakan penghasil kelapa terbesar di dunia.
Direktur Eksekutif LPEI Shintya Roesly mengatakan industri kelapa masih memiliki beberapa hambatan dalam ekspor, misalnya akses pasar ataupun pembiayaan. Industri pengolahan kelapa pun masih menghadapi kekurangan bahan baku, karena masih banyak ekspor kelapa butir segar.
"Kita perlu mendorong hilirisasi. Kita sebaiknya mengurangi ekspor kelapa butir, karena Indonesia sudah memiliki pengalaman dan sudah ada industri besar, banyak produk yang diminati. LPEI di sini juga akan ikut membiayai," kata Shintya dalam  Indonesia Export Roundtable (IER), Senin (14/10/2019).
Tiga produk turunan kelapa yang dikaji dan turut dibahas dalam roundtable ini adalah produk kelapa parut kering, minyak kelapa, dan kopra.
Meski demikian menurut Shintya LPEI masih belum memiliki target spesifik peningkatan ekspor kelapa. Namun LPEI akan fokus mendukung pembiayaan dan menjalankan rencana bisnisnya.
"Salah satu strategi ke depan adalah makin mendorong jasa pendampingan untuk berbagai sektor dan mendukung kompetisi sumber daya manusia," kata Shintya.
Ke depan LPEI akan fokus mendampingi dalam pembuatan rencana bisnis, terutama yang berkaitan dengan ekspor untuk ekspor yang menjadi prioritas.
Selanjutnya membangun daya saing untuk kompetisi dan keunggulan produksi mereka.
"Bagaimana membangun rencana bisnis yang baik. Kita mau mengarah ke sana. Bagaimana membuat nasabah jadi kompetitif," ujarnya.
Indonesia Export Roundtable kali ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Ghana Export-Import Bank (GEXIM) sebagai bagian dari program sharing information dan capacity building berdasarkan permintaan dari mereka untuk mempelajari industri kelapa beserta produk turunannya di Indonesia.
Adanya permintaan capacity building program dari GEXIM ini menunjukkan bahwa industri kelapa Indonesia semakin dipandang di mata internasional.
"Kami punya kelapa tetapi kami tidak memiliki material untuk memproduksi. Untuk itu kami ingin tahu apa mesin yang dimiliki industri Indonesia, dan ada juga yang zero waste, kami ingin mempelajarinya," kata delegasi GEXIM saat diskusi.
Ketua Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Rudy Handiwidjaja mengatakan saat ini ekspor kelapa segar tidak dikenakan pajak, sehingga kebanyakan ekspor yang dilakukan bukan produk bernilai tambah.
Pemerintah Indonesia memang mencoba melakukan hilirisasi dengan mengenakan beberapa bea keluar ekspor atau disinsentif terhadap komoditas pertanian atau perkebunan agar bisa diolah di dalam negeri.
"Kebijakan ini menurut kami bertolak belakang dengan pencanangan untuk meningkatkan devisa dari industri, dan bertolak belakang dengan industri pengolahan kelapa," kata Rudy, Senin (14/10/2019).
(hoi/hoi) Next Article Ekspor Kelapa Mentah 'Bulat-Bulat', RI Malah Rugi Triliunan
Direktur Eksekutif LPEI Shintya Roesly mengatakan industri kelapa masih memiliki beberapa hambatan dalam ekspor, misalnya akses pasar ataupun pembiayaan. Industri pengolahan kelapa pun masih menghadapi kekurangan bahan baku, karena masih banyak ekspor kelapa butir segar.
"Kita perlu mendorong hilirisasi. Kita sebaiknya mengurangi ekspor kelapa butir, karena Indonesia sudah memiliki pengalaman dan sudah ada industri besar, banyak produk yang diminati. LPEI di sini juga akan ikut membiayai," kata Shintya dalam  Indonesia Export Roundtable (IER), Senin (14/10/2019).
Tiga produk turunan kelapa yang dikaji dan turut dibahas dalam roundtable ini adalah produk kelapa parut kering, minyak kelapa, dan kopra.
Meski demikian menurut Shintya LPEI masih belum memiliki target spesifik peningkatan ekspor kelapa. Namun LPEI akan fokus mendukung pembiayaan dan menjalankan rencana bisnisnya.
"Salah satu strategi ke depan adalah makin mendorong jasa pendampingan untuk berbagai sektor dan mendukung kompetisi sumber daya manusia," kata Shintya.
Ke depan LPEI akan fokus mendampingi dalam pembuatan rencana bisnis, terutama yang berkaitan dengan ekspor untuk ekspor yang menjadi prioritas.
Selanjutnya membangun daya saing untuk kompetisi dan keunggulan produksi mereka.
"Bagaimana membangun rencana bisnis yang baik. Kita mau mengarah ke sana. Bagaimana membuat nasabah jadi kompetitif," ujarnya.
Indonesia Export Roundtable kali ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Ghana Export-Import Bank (GEXIM) sebagai bagian dari program sharing information dan capacity building berdasarkan permintaan dari mereka untuk mempelajari industri kelapa beserta produk turunannya di Indonesia.
Adanya permintaan capacity building program dari GEXIM ini menunjukkan bahwa industri kelapa Indonesia semakin dipandang di mata internasional.
"Kami punya kelapa tetapi kami tidak memiliki material untuk memproduksi. Untuk itu kami ingin tahu apa mesin yang dimiliki industri Indonesia, dan ada juga yang zero waste, kami ingin mempelajarinya," kata delegasi GEXIM saat diskusi.
Ketua Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (HIPKI) Rudy Handiwidjaja mengatakan saat ini ekspor kelapa segar tidak dikenakan pajak, sehingga kebanyakan ekspor yang dilakukan bukan produk bernilai tambah.
Pemerintah Indonesia memang mencoba melakukan hilirisasi dengan mengenakan beberapa bea keluar ekspor atau disinsentif terhadap komoditas pertanian atau perkebunan agar bisa diolah di dalam negeri.
"Kebijakan ini menurut kami bertolak belakang dengan pencanangan untuk meningkatkan devisa dari industri, dan bertolak belakang dengan industri pengolahan kelapa," kata Rudy, Senin (14/10/2019).
(hoi/hoi) Next Article Ekspor Kelapa Mentah 'Bulat-Bulat', RI Malah Rugi Triliunan
Most Popular