
Curhat Bos PT Garam: Industri Ogah Serap Garam Lokal!
Lidya Kembaren, ²©²ÊÍøÕ¾
21 January 2020 20:41

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Persoalan garam untuk kebutuhan industri besar yang sebagian didominasi masih harus dipasok dari impor menjadi derita bagi produsen garam lokal termasuk BUMN PT Garam. Selama ini ada anggapan garam lokal yang sulit memenuhi spesifikasi kebutuhan garam industri yaitu di atas 97% NaCl.
Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko usai rapat dengan Komisi IV DPR-RI mengatakan tak habis pikir para industri besar pengguna garam. Mereka harusnya bisa mensiasati soal kebutuhan garam dengan menyeimbangkan antara pasokan lokal dan impor.
"Kita tidak anti impor. Impor memang perlu karena masih kurang untuk industri ini., tapi paling tidak kewajiban teman-teman importir ini juga adil dalam menyerap garam dalam negeri," katanya.
Ia mencontohkan kebutuhan industri kertas 250 ribu ton per tahun, maka bisa sebagia dipakai dari garam lolal. "Ya ambil lah 10-20% dari lokal dicampur. Masa mesinnya rusak," katanya.
Budi mencontohkan lagi untuk industri makanan dan minuman atau aneka pangan yang kebutuhan garamnya mencapai 500 ribu ton, harusnya bisa menggunakan garam lokal sebanyak 25 % dari total kebutuhan.
"Masak yang Industri makanan juga mengganggu terhadap peralatan produksi-produksi mereka. kan enggak," katanya.
Ia menegaskan kualitas garam lokal bisa memenuhi spesifikasi kebutuhan industri. "Buktinya PT Garam juga kirim ke Sumut itu juga sebagian untuk kecap, saos, sosis, cake untuk roti dan sebagainya," katanya.
PT Garam selain memproduksi garam sendiri, juga kewajiban membeli garam rakyat sesuai dengan penugasan dari pemerintah melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Tahun ini mungkin krn sisa dana PNM cuma sisa 14 miliar tahun 2020 barang kali hanya cukup untuk15 ribu ton. Tahun sebelumnya 29 ribu ton. Total sampai hari ini 156 ribu ton," katanya.
Industri pengguna garam sampai saat ini masih bergantung dengan pasokan garam impor. Mereka beralasan karena garam impor punya harga bersaing dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan industri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menegaskan, pihaknya tak mempersoalkan garam impor atau lokal. Baginya, asal memenuhi harga bersaing dan kualitas baik, maka akan diambil oleh industri. Selain itu, persoalan ketersediaan garam lokal juga jadi persoalan.
"Melimpah di mana? Melimpah di mana? makanya perlu dicek dimana barangnya. Nanti kasih tahu aja," kata Tony kepada ²©²ÊÍøÕ¾ ketika dikonfirmasi besarnya stok produksi garam dalam lokal.
(hoi/hoi) Next Article Ini Alasan RI Belum Juga Bebas dari Cengkeraman Garam Impor!
Direktur Utama PT Garam Budi Sasongko usai rapat dengan Komisi IV DPR-RI mengatakan tak habis pikir para industri besar pengguna garam. Mereka harusnya bisa mensiasati soal kebutuhan garam dengan menyeimbangkan antara pasokan lokal dan impor.
"Kita tidak anti impor. Impor memang perlu karena masih kurang untuk industri ini., tapi paling tidak kewajiban teman-teman importir ini juga adil dalam menyerap garam dalam negeri," katanya.
Budi mencontohkan lagi untuk industri makanan dan minuman atau aneka pangan yang kebutuhan garamnya mencapai 500 ribu ton, harusnya bisa menggunakan garam lokal sebanyak 25 % dari total kebutuhan.
"Masak yang Industri makanan juga mengganggu terhadap peralatan produksi-produksi mereka. kan enggak," katanya.
Ia menegaskan kualitas garam lokal bisa memenuhi spesifikasi kebutuhan industri. "Buktinya PT Garam juga kirim ke Sumut itu juga sebagian untuk kecap, saos, sosis, cake untuk roti dan sebagainya," katanya.
PT Garam selain memproduksi garam sendiri, juga kewajiban membeli garam rakyat sesuai dengan penugasan dari pemerintah melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN).
"Tahun ini mungkin krn sisa dana PNM cuma sisa 14 miliar tahun 2020 barang kali hanya cukup untuk15 ribu ton. Tahun sebelumnya 29 ribu ton. Total sampai hari ini 156 ribu ton," katanya.
Industri pengguna garam sampai saat ini masih bergantung dengan pasokan garam impor. Mereka beralasan karena garam impor punya harga bersaing dan kualitasnya sesuai dengan kebutuhan industri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menegaskan, pihaknya tak mempersoalkan garam impor atau lokal. Baginya, asal memenuhi harga bersaing dan kualitas baik, maka akan diambil oleh industri. Selain itu, persoalan ketersediaan garam lokal juga jadi persoalan.
"Melimpah di mana? Melimpah di mana? makanya perlu dicek dimana barangnya. Nanti kasih tahu aja," kata Tony kepada ²©²ÊÍøÕ¾ ketika dikonfirmasi besarnya stok produksi garam dalam lokal.
(hoi/hoi) Next Article Ini Alasan RI Belum Juga Bebas dari Cengkeraman Garam Impor!
Most Popular