²©²ÊÍøÕ¾

Cerita Sri Mulyani: Suramnya Penerimaan Pajak karena Covid-19

Lidya Julita S, ²©²ÊÍøÕ¾
16 June 2020 18:10
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers mengenai APBN KiTa (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers mengenai APBN KiTa (Tangkapan Layar Youtube Kemenkeu RI)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memaparkan penerimaan negara tahun ini akan terkoreksi cukup dalam. Terutama dari penerimaan pajak yang hingga akhir Mei anjlok hingga 10%.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) membukukan penerimaan Rp 444,6 triliun hingga 31 Mei 2020. Realisasi ini mencapai 35,4% dari target di Perpres 54/2020.

"Kita lihat sampai akhir Mei penerimaan negara alami kontraksi. Penerimaan pajak kita Rp 444,6 triliun terkontraksi 10,8%," ujarnya, Senin (16/6/2020).

"Seperti yang disampaikan, akan ada ekspektasi terjadi kontraksi penerimaan dibandingkan tahun lalu akibat Covid. Di mana perusahaan perseorangan maupun kegiatan ekonomi hadapi kondisi tertekan dan sudah terlihat pada Mei ini," tambahnya.

Menurutnya, semua jenis pajak mengalami tekanan yang dalam karena pajak perusahaan turun akibat Covid-19. Namun, tekanan terdalam terlihat dari penerimaan di sektor PPh Migas yang hanya mencapai Rp 17 triliun. Realisasi ini merosot tajam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang capai Rp 26,4 triliun.

"Ini akibat harga minyak merosot tajam. Sehingga penerimaan PPh migas kontraksi sangat dalam yakni 35,6% dibandingkan tahun lalu. Tekanan luar biasa ke migas karena harga minyak meski kurs pelemahan yakni agak offiside tapi tidak cukup karena penurunan harga minyak drastis karena sempat di bawah US$ 30 sampai US$ 20per barel bahkan negatif," jelasnya.

Sementara itu, pajak non migas hingga akhir Mei telah terkumpul Rp 427,6 triliun atau kontraksi 9,4%. Adapun PPh terkumpul Rp 264,8 triliun atau kontraksi 10,4%.

Ia menyebutkan hanya PPh Orang Pribadi dan PPh 26 yang mengalami pertumbuhan positif. Hal ini karena adanya pergeseran pembayaran pajak kedua jenis tersebut.

"Yang masih positif PPh OP tumbuh 0,55% dan PPh 26 14,33%, ini akibat adanya satu situasi situasional. OP karena ada pergeseran dan PPh 26 karena tahun lalu ada restitusi besar yang tidak terulang," jelasnya.

Namun, jenis pajak lainnya alami kontraksi tajam di Mei ini. PPh 21 kontraksi 5,3% dan PPh Badan anjlok hingga 20,46% serta PPN kontraksi 2,71%.

"Ini yang harus jadi perhatian kita karena berarti sektor usaha yang alami tekanan mulai terlihat dan ditunjukkan dari penerimaan pajak yang turun," kata dia.

Jika dilihat per sektor usaha, semua usaha mengalami tekanan yang dalam di Mei ini dibandingkan Maret dan April lalu. Sektor perdagangan yang tahun lalu tumbuh positif, tahun ini minus 12% karena adanya kebijakan pembatasan sosial di masyarakat.

Kemudian industri jasa keuangan juga terkoreksi 1,6% padahal tahun lalu tumbuh positif hingga 9,9%. Lalu sektor konstruksi kontraksi dalam hingga 11%.

Selanjutnya industri pertambangan yang memang sudah lama tertekan. Dimana pada tahun lalu kontraksi hingga 12,4% dan tahun ini berlanjut semakin dalam hingga minus 34,9%.

Sektor transportasi dan pergudangan yang 3 tahun terakhir selalu menyumbang pertumbuhan double digit ke penerimaan pajak yakni 25,7% pada Mei 2019, tahun ini alami kontraksi 6,4%.

"Ini gambarkan betapa pelemahan ekonomi sudah across the board seluruh sektor terkena dampak Covid-19," tegasnya.


(dru) Next Article Anggaran Pemulihan Ekonomi Sudah Disebar Rp 579 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular