²©²ÊÍøÕ¾

Jual Beli Bijih Nikel akan 'Dipelototi', Satgas Siap Dibentuk

Anisatul Umah, ²©²ÊÍøÕ¾
20 July 2020 20:20
Nikel
Foto: Dok Antam

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengawasi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 tahun 2020, di mana Permen ini mengatur soal tata niaga bijih nikel di dalam negeri. Dengan Permen ini maka jual beli bijih nikel harus mengacu pada Harga Patokan Mineral (HPM).

Satgsa ini dibentuk berkolaborasi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan pihaknya sudah minta anggota dari BKPM. Saat ini masih menunggu dari pihak Kemenperin. "Satu lagi kita menunggu dari Kemenperin, belum menyampaikan kepada kita," kata Yunus dalam konferensi pers yang digelar virtual, Senin, (20/07/2020).

Ia mengatakan, satgas ini diperkirakan akan mulai bekerja pada bulan depan, sehingga jual beli bijih nikel bisa mengacu pada HPM. "Iya, (bulan depan) sudah bisa berjalan dan tegas Mungkin baru bulan depan akan keluar sanksi-sanksi tersebut," ungkap Yunus.

Sanksi juga akan diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran sesuai dengan perizinan yang dikeluarkan. Ia menyebut ada smelter yang izinnya dikeluarkan dalam bentuk Izin Usaha Industri (IUI). Sehingga jika yang melakukan pelanggaran adalah bentuk izinnya IUI maka yang memberikan sanksi adalah Kemenperin.

"Yang punya kewenangan memberikan peringatan dan sanksi sesungguhnya institusi yang memberikan izinnya," jelasnya.

Yunus menyebut dengan adanya HPM maka antara penambang dan pembeli dari pihak smelter akan sama-sama diuntungkan. Menurutnya, harga bijih nikel yang mengacu ke HPM harganya akan di atas harga pokok produksi (HPP). Margin profit yang didapatkan oleh penambang sebesar 34% dan smelter sebesar 33%.

Ia menyebut untuk mencapai semua transaksi jual beli mengacu pada HPM memerlukan waktu. Karena masih banyak kontrak lama antara penambang dan smelter yang belum bisa disesuaikan. Sehingga masih ada transaksi yang berada di bawah HPM.

"Penyesuaian kontrak itu butuh waktu. Ada yang kontraknya berakhir 3 bulan lagi, 2 bulan lagi, nanti diperbarui dengan HPM," katanya.


(hoi/hoi) Next Article Harga Patokan Nikel Diprotes Pengusaha, ESDM: Sudah Adil!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular