
Awas! Profit Bank Bakal Tergerus Tahun Ini

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Lembaga pemeringkat global, Moody's Investor Service memperkirakan bank-bank di kawasan Asia Pasifik menghadapi tantangan penurunan profitabilitas akibat dampak dari pandemi Covid-19.
Dalam catatan ²©²ÊÍøÕ¾, tren penurunan profitabilitas ini sudah terlihat di bank-bank BUKU IV pada periode kuartal pertama 2020. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 0,3% menjadi Rp 8,17 triliun dari periode sama di tahun sebelumnya Rp 8,19 triliun.
Pertumbuhan laba bersih PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) di tiga bulan pertama tahun ini melambat, hanya tumbuh 4,3% menjadi Rp 4,25 triliun. Pada periode sama tahun lalu, laba bersih BBNI naik 11,5% secara tahunan menjadi Rp 4,07 triliun.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masih membukukan kenaikan laba bersih. BCA mencatatkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 6,58 triliun selama kuartal I-2020, atau naik 8,58% dari periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp 6,06 triliun. Adapun, laba Bank Mandiri Tercatat, laba Bank Mandiri masih tumbuh 9,44 persen (yoy) menjadi Rp 7,92 triliun di periode triwulan pertama tahun ini.
"Suku bunga yang lebih rendah untuk jangka waktu yang lebih lama, kenaikan biaya kredit dan biaya operasional akan membebani profitabilitas bank-bank di Asia Pasifik di tahun-tahun mendatang, tren ini diperburuk dengan wabah virus Corona," kata Rebaca Tan, Analyst Financial Institutions Group Moody's, Rabu (29/7/2020).
Oleh sebab itu, bank-bank di kawasan Asia Pasifik harus mengubah model bisnis dalam mengatasi tantangan-tantangan ini ke arah digitalisasi.
Merespons hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana menyampaikan, sebagai regulator, OJK akan terus memantau setiap kebijakan yang sudah dikeluarkan OJK di sektor perbankan melalui relaksasi dan restrukturisasi kredit.
"Kita selalu menganalisa dari waktu ke waktu apakah kebijakan relaksasi, restrukturisasi perlu perpanjangan atau tidak," tutur Heru Kristiyana kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (30/7/2020).
Sebagai antisipasinya, OJK bisa memperpanjang kembali kebijakan tersebut namun melihat indikator seperti profitabilitas bank, likuiditas hingga arus kas.
"Apakah laba bank terus menurun, apakah nanti cashlow terus menurun, ini indikasi kita bisa perpanjang melalui POJK 11/2020. Kita menganalisa dari waktu ke waktu mengenai kebijakan terkait dengan relaksasi maupun restrukturisasi bagi perbankan," ungkapnya.
Heru melanjutkan, sebelum adanya pandemi Covid-19, regulator sudah merilis Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang berlaku sejak diundangkan pada 17 Maret 2020.
Dalam peraturan tersebut disebutkan modal inti minimum bank sebesar Rp 3 triliun. Aturan ini bertujuan agar perbankan nasional lebih kuat dan berdaya saing. Tak hanya itu, OJK juga mendorong agar bank-bank melakukan konsolidasi.
"Tuntutan perbankan ke depan makin besar, perbankan bisa melayani secara digital. Ini sudah antisipasi, kita mengeluarkan aturan bank kita punya modal inti Rp 3 triliun di 2022," paparnya.
(dob/dob) Next Article Tembus 3,11% di Juni, Hati-hati NPL Perbankan Terus Meningkat