
Pantau Hilirisasi Minerba, ESDM Rogoh Kocek Minimal Rp 12,9 M

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menganggarkan setidaknya Rp 12,9 miliar untuk memantau sejumlah program prioritas, termasuk hilirisasi mineral dan batu bara pada 2021.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menjelaskan ada empat kegiatan yang menjadi prioritas Kementerian ESDM tahun depan.
Pertama, monitoring pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral dalam negeri, terutama pembangunan 29 smelter baru. Kegiatan ini diperkirakan memerlukan anggaran sebesar Rp 4,2 miliar.
"Terkait pemantauan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, ada 29 smelter yang kami pantau pembangunannya, dengan usulan anggaran Rp 4,2 miliar," paparnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis, (03/09/2020).
Kedua, lanjutnya, kegiatan penyusunan kebijakan percepatan peningkatan nilai tambah batu bara, serta rencana produksi dan pemanfaatan minerba untuk kebutuhan domestik. Untuk itu, lanjutnya, pihaknya kini tengah menyiapkan empat draft regulasi kebijakan terkait hal tersebut. Untuk kegiatan penyusunan empat regulasi ini menurutnya dibutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp 4,3 miliar.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Direktorat Jenderal Minerba Sujatmiko mengatakan jika empat aturan yang sedang disusun untuk hilirisasi ini termasuk ke dalam rancangan Peraturan Pemerintah (PP) yang sedang disusun sebagai aturan pelaksanaan UU Minerba yang baru.
"Di dalam PP pengusahaan minerba tadi, termasuk mengatur hilirisasi batu bara. Bukan terpisah, tapi di dalam PP pengusahaan pertambangan minerba. Di situ aturannya," ungkapnya saat ditemui wartawan selepas RDP di Komisi VII DPR RI.
Selain kedua program di atas Ridwan menyampaikan, bahwa program prioritas ketiga adalah optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Minerba di mana per satu kegiatan dianggarkan Rp 2,4 miliar.
Dan terakhir, pengawasan dan penilaian reklamasi dan pascatambang berbasis teknologi.
"Mereka yang lakukan reklamasi dan pengelolaan pascatambang, sebagai pemerintah kita perlu lakukan pengawasan," tutur Ridwan. (*)
(wia) Next Article Beda dari Nikel, Kenapa Sih Industri Hilir Tembaga Gak Jalan?