
Singapura Krisis Gas, RI Amankan Stok Dalam Negeri

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Krisis energi kini telah melanda sejumlah negara seperti Inggris, China, India, bahkan negara tetangga Singapura. Krisis energi di Singapura salah satu pemicunya disebut karena krisis pasokan gas, khususnya gangguan impor gas dari Indonesia.
Otoritas Energi Singapura EMA pekan lalu menyebut, adanya gangguan impor gas dari pipa gas West Natuna RI dan rendahnya pasokan gas dari Sumatera Selatan menjadi salah satu penyebab Singapura mengalami kesulitan pasokan gas untuk pembangkit listrik di dalam negeri.
Alhasil, setidaknya tiga perusahaan retail listrik Singapura memutuskan berhenti di bisnis ini. Bila ini terus terganggu, maka tentunya akan memengaruhi pasokan listrik di Negeri Singa ini.
Melihat krisis yang terjadi di Singapura, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut pemerintah memastikan keamanan pasokan gas dalam negeri menjadi prioritas utama.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam acara Forum Kapasitas Nasional, Kamis (21/10/2021), membenarkan jika ekspor gas ke Singapura sempat terganggu.
"Untuk ekspor ke Singapura kan kemarin ada gangguan karena turunnya produksi di Premier (Oil) karena ada kecelakaan helikopter itu, mudah-mudahan bisa lebih baik," ungkapnya.
Dwi menyebut, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan perhatian pada keseimbangan neraca gas, antara pasokan dan permintaan. Namun demikian, pemenuhan dalam negeri tetap menjadi prioritas.
"Kementerian ESDM juga sangat beri perhatian pada gas balance, tapi intinya tetap prioritas dalam negeri, berdasarkan Permen (Peraturan Menteri ESDM) yang ada," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk menghindari krisis energi, hal penting yang harus dilakukan adalah keamanan stok. Kalau stoknya sedikit, ketika terjadi goncangan, maka akan langsung terpengaruh.
"Sangat penting security stock yang dulu pernah lama dicita-citakan perlu diamankan. Kalau stoknya pendek, ada goyangan dikit langsung pengaruh," paparnya.
Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko mengatakan, realisasi kebutuhan gas pipa ekspor sampai dengan September 2021 rata-rata 737,2 miliar British thermal unit per hari (BBTUD).
Pada Oktober sampai Desember 2021 diproyeksikan kebutuhan ekspor gas pipa ke Singapura akan naik menjadi 850 BBTUD. Dengan demikian, perkiraan kebutuhan gas pipa yang diekspor ke Singapura pada 2021 ini akan naik rata-rata menjadi 765 BBTUD.
Arief mengatakan, rata-rata pasokan gas ke Singapura saat ini masih sesuai dengan kesepakatan kontrak yang ada antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Indonesia, baik di Sumatera maupun Natuna, dan pembeli Singapura.
"Perkiraan kebutuhan pembeli ekspor adalah berdasarkan angka MDQ (Maximum Daily Quantity) dikarenakan pembeli dapat melakukan nominasi hingga MDQ," ujarnya.
"SKK Migas bersama KKKS akan terus berusaha menjaga tingkat produksi gas dan memenuhi kebutuhan gas bumi sesuai kontrak," ucapnya.
Perlu diketahui, berdasarkan data BP Statistical Review 2021, konsumsi gas alam Singapura pada 2020 sekitar 1,22 miliar kaki kubik per hari (BCFD), naik tipis dari 2019 sekitar 1,21 BCFD.
Bila ekspor gas RI ke Singapura ini mencapai rata-rata 737,2 BBTUD, maka artinya sekitar 60% pasokan gas Singapura dipasok dari RI.
Adapun realisasi produksi terangkut (lifting) gas nasional hingga September 2021 tercatat rata-rata mencapai 5.481 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 97,2% dari target 5.638 MMSCFD.
(wia) Next Article Posisi RI di Tengah Ancaman Krisis Energi Dunia, Aman?
