
PLTU Setop, Batu Bara Masih Dipakai Buat "LPG" - Petrokimia

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memiliki target yang sangat ambisius untuk mengurangi emisi karbon pada 2030, salah satunya yaitu memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara sebesar 9,2 Giga Watt (GW) sebelum 2030.
Jika batu bara untuk pembangkit sudah mulai ditinggalkan, ke mana batu bara yang ada di dalam negeri ini akan dimanfaatkan?
Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif menyebut permintaan batu bara memang akan menurun pada 2050.
Hal ini disebabkan oleh peraturan lingkungan hidup, khususnya pembangkit listrik berbasis fosil harus ditinggalkan dan digantikan dengan energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber energi primer. Saat batu bara untuk pembangkit listrik mulai ditinggalkan, maka akan terjadi transisi di mana batu bara akan digunakan sebagai sumber karbon untuk bahan bakar kimia atau material karbon maju.
"Berkaitan industri hilir batu bara di Indonesia, benchmarks AS, China, dan India masuk top 5 negara cadangan terbesar di dunia, maka Indonesia perlu ambil langkah optimalkan nilai dan peran cadangan batu bara, meningkatkan ketahanan energi nasional dan kurangi ketergantungan impor bahan baku rantai pasok industri nasional," ungkapnya dalam Webinar, Jumat (12/11/2021).
Menurutnya, industri hilir batu bara harus dimaksimalkan untuk kebutuhan domestik lainnya, tidak hanya ditujukan untuk memasok PLTU saja. Ke depan, industri batu bara diproyeksikan akan berkembang ke bahan kimia seperti methanol, amonia, dan turunannya.
"Kedua, batu bara fuels hasilkan Dimethyl Ether (DME), methanol, syngas, dan gasoline (bensin). Ketiga, industri material karbon maju," lanjutnya.
Dia menjelaskan saat ini ada enam pabrik gasifikasi yang akan menghasilkan syngas, methanol, DME, dan amonia, serta empat pabrik yang akan hasilkan semi kokas dan karbon aktif. Menurutnya, pembangunan pabrik ini perlu diakselerasi, karena produk-produk ini diperlukan untuk mengurangi impor bahan kimia.
"Dan kemudian diharapkan DME yang dihasilkan dari gasifikasi bisa substitusi LPG 100% di 2030, merupakan salah satu penyebab defisit anggaran kita," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, proyeksi pasokan dan permintaan domestik untuk produk DME dan methanol dari batu bara akan mulai mengurangi defisit neraca perdagangan pada 2025 mendatang.
"Dengan asumsi rencana bisa berjalan dengan lancar," lanjutnya.
(wia) Next Article Benci Tapi Rindu, Batu Bara Jadi Lapangan Kerja Banyak Orang
