²©²ÊÍøÕ¾

Internasional

Eropa Mencekam Rusuh di Mana-mana, Ini Biang Keladinya

Tommy Patrio Sorongan, ²©²ÊÍøÕ¾
24 November 2021 11:05
In this image taken from video, demonstrators protest against government restrictions due to the coronavirus pandemic, Friday, Nov. 19, 2021, in Rotterdam, Netherlands. Police fired warning shots, injuring an unknown number of people, as riots broke out Friday night in downtown Rotterdam at a demonstration against plans by the government to restrict access for unvaccinated people to some venues. (Media TV Rotterdam via AP)
Foto: Para demonstran berdemo menentang lockdown di Rotterdam, Belanda, Jumat, 19 November 2021. (Media TV Rotterdam via AP)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pekan ini kondisi Eropa mencekam. Sejumlah demo besar-besaran terjadi di Benua Biru.

Bukan hanya sekedar unjuk rasa, demonstrasi juga berujung dibakarnya sejumlah fasilitas dan barang publik seperti mobil. Polisi anti huru hara juga diterjunkan untuk mengamankan pendemo.

Sejumlah negara seperti Belanda, Austria, Belgia,Kroasia, Austria, Denmark hingga Italia harus berurusan dengan pengunjuk rasa. Di Belanda, unjuk rasa berakhir bentrok terjadi tiga hari, di mana pendemo melemparkan batu dan dibalas dengan meriam air dan tembakan peringatan.

Hal yang sama juga terjadi di Belgia, di mana kendaraan-kendaraan polisi dirusak demonstran. Beberapa melemparkan kembang api ke arah aparat yang kemudian dibalas dengan gas air mata dan meriam air.

Di Kroasia ribuan warga juga berbaris di Zagreb menunjukkan kemarahannya. Sedangkan di Italia beberapa warga berunjuk rasa di Circus Maximus Roma untuk menentang kebijakan pemerintah.

Lalu apa yang membuat warga marah?

Demo ini bukan tanpa alasan. Para pengunjuk rasa tidak terima dengan rencana pemerintah beberapa negara tersebut yang ingin melakukan pembatasan hingga penguncian (lockdown) total maupun parsial akibat lonjakan kasus Covid-19.

Di Belanda, negeri itu menerapkan tiga minggu lockdown parsial setelah melonjaknya Covid-19. Massa dilarang menonton pertandingan olahraga sementara bar dan restoran harus tutup lebih awal.

Di Belgia warga diminta menunjukkan bukti vaksin ke tempat-tempat umum. Kebijakan masker diperketat dan sebagian besar warga harus bekerja di rumah selama empat hari seminggu hingga Desember.

Aturan pengetatan masker dan pembatasan juga terjadi di negara lain mulai dari Jerman hingga Kroasia. Namun yang paling ketat memang dilakukan Austria.

Negeri itu, melakukan lockdown total selama 20 hari ke depan. Pemerintah juga mewajibkan suntikan vaksin Covid-19 Februari 2022.

Kanselir Austria Alexander Schallenberg mengatakan hal ini jadi penting di tengah penolakan vaksin yang terjadi. "Karena penentang radikal antivaksin, berita palsu dan terlalu banyak yang tidak divaksin," tegasnya.

Pembatasan terbaru ini dilakukan akibat kenaikan kasus Covid-19. Mengutip bank data Reuters,rata-rata negara Eropa mengalami kenaikan kasus yang signifikan dengan Belanda, Jerman, Austria, Slovakia, Denmark, Norwegia, dan Hungaria sedang dalam puncak infeksi.

Sementara itu, secara rinci, kurva kasus per negara Eropa telah menunjukkan lonjakan data yang signifikan bila dibandingkan dengan pada awal Oktober lalu. Belanda saat ini berada di level 20 ribu kasus per hari, jauh dari pada awal Oktober lalu yang mencatatkan hanya1.800 hingga 2.000 kasus saja perhari, melonjak lebih dari 11 kali.

Di Jerman, kenaikan serupa juga terjadi dengan Negara Sungai Rhein itu masih di angka infeksi dia tas45 ribu perharinya, jauh di atas level 7 ribu pada awal Oktober. Belgia juga melaporkan kenaikan sebesar sembilan kali lipat dari 2 ribu infeksi ke level 18 ribu saat ini.

Sejumlah rumah sakit di beberapa negara juga dikabarkan kewalahan. Rumania melaporkan penumpukan jenazah Covid-19 di rumah sakit sedangkan Belanda mulai mentransfer pasien ke Jerman sementara Negeri Panser mengalihkan pasien ke Italia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaku bahwa lonjakan ini terjadi akibat euforia mencabutan penguncian yang dirasa terlalu prematur. Ini ditambah lagi dengan banyaknya kelompok yang tidak ingin menerima vaksin.

"Ini adalah pengingat lain, seperti yang telah kami katakan berulang kali, bahwa vaksin tidak menggantikan kebutuhan akan tindakan pencegahan lainnya", kataDirektur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada pekan lalu.

"Vaksin mengurangi risiko rawat inap, penyakit parah, dan kematian, tetapi tidak sepenuhnya mencegah penularan".

Dalam peringatan terbarunya WHO mengatakan angka kematian kasus Covid bakal mencapai 2 juta orang. Bakal ada tambahan 70.000 kematian baru di Maret 2022.


(sef/sef) Next Article Inggris Buka Opsi Cabut Aturan Lockdown di 19 Juli

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular