
Harap Tenang! 'Kiamat' Kontainer Diramal Reda Tahun Depan...

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Krisis kontainer dunia sepertinya akan semakin parah karena China, negara eksportir terbesar dunia, hingga hari ini masih memberlakukan kebijakan karantina Covid-19 yang sangat ketat.
Mengutip laporan Bloomberg yang dimuat Strait Times, China baru saja memberlakukan aturan baru karantina wajib selama tujuh minggu untuk pelaut China yang kembali. Selain itu, negeri pimpinan Presiden Xi Jinping itu juga melarang perubahan awak untuk pelaut asing.
"Pembatasan China menyebabkan efek langsung," kata Sekretaris Jenderal Kamar Perkapalan Internasional, Guy Platten, yang mewakili pemilik kapal dan operator.
"Setiap pembatasan operasi kapal memiliki dampak akumulatif pada rantai pasokan dan menyebabkan gangguan nyata."
Krisis ini tak hanya dikeluhkan pengusaha ekspedisi namun juga berimbas kepada sektor lainnya. Hal ini dikarenakan keterlambatan dan juga penambahan biaya yang kebanyakan dibebankan kepada konsumen.
Melansir Bloomberg pada Selasa (2/11/2021), di pelabuhan Singapura terjadi penumpukan kontainer hingga 22% di atas normal. Ada 53 kapal kontainer berlabuh di sana, naik dari 45 kapal yang tercatat 21 Juli. Beberapa pelabuhan utama tetangga Singapura di Asia Tenggara juga mengalami penumpukan pada awal November.
Port Klang di Malaysia melaporkan tingkat kemacetan 14,5% di atas normal dan Tanjung Pelepas di 29,9% lebih dari biasanya.Hub peti kemas Tanjung Priok di Jakarta berada 6,7% di atas normal, dan Manila 6,5% lebih tinggi dari biasanya.
Di belahan bumi lainnya, Savannah, pelabuhan terbesar keempat di Amerika, telah menangani menghadapi masalah kemacetan sepanjang tahun 2021. Tercatat sekitar 28 kapal yang menunggu untuk berlabuh.
Di Eropa, Pelabuhan Piraeus di Yunani terjadi antrean kapal pada periode April-Oktober. Ada 18 kapal berlabuh menunggu pada awal November lalu di pelabuhan yang membentang ke Laut Aegea.
Ini terjadi setelah Cosco Shipping Holdings Co, perusahaan pengapalan dan logistic dari China meningkatkan kepemilikannya di pelabuhan tersebut menjadi 67%.
Kontainer yang langka mengakibatkan harga sewa dan beli meroket den membebankan para pedagang ekspor maupun impor. Di China, produsen peti kemas sekarang mengenakan biaya sekitar US$ 2.500 untuk kontainer baru baru, naik dari U$ 1.600 tahun lalu.Demikian juga, tarif sewa kontainer naik sekitar 50% dalam waktu hanya enam bulan.
Bahkan ada laporan, beberapa perusahaan membayar hingga sepuluh kali lebih banyak dari harga normal untuk mengimpor barang.
Ada juga beberapa perusahaan yang memilih untuk mengangkut barang-barang mereka melalui charter udara, namun harga pun sudah naik lebih dari dua kali lipat harga sebelum pandemi.
Dampak dari krisis ini sudah sampai ke Indonesia. Harga sewa kontainer mahal tidak hanya terjadi untuk pengangkutan ekspor, namun dari dalam negeri juga dilaporkan semakin mahal.