²©²ÊÍøÕ¾

Harap Tenang! 'Kiamat' Kontainer Diramal Reda Tahun Depan...

Robertus Andrianto, ²©²ÊÍøÕ¾
26 November 2021 11:34
Aktivitas bongkar muat peti kemas kontainer di Pelabuhan Air Dalam Yangshan di Shanghai, China
Foto: Kontainer terlihat di Pelabuhan Air Dalam Yangshan di Shanghai, China (19/102020). (REUTERS/Aly Song)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia - Krisis kontainer dunia sepertinya akan semakin parah karena China, negara eksportir terbesar dunia, hingga hari ini masih memberlakukan kebijakan karantina Covid-19 yang sangat ketat.

Mengutip laporan Bloomberg yang dimuat Strait Times, China baru saja memberlakukan aturan baru karantina wajib selama tujuh minggu untuk pelaut China yang kembali. Selain itu, negeri pimpinan Presiden Xi Jinping itu juga melarang perubahan awak untuk pelaut asing.

"Pembatasan China menyebabkan efek langsung," kata Sekretaris Jenderal Kamar Perkapalan Internasional, Guy Platten, yang mewakili pemilik kapal dan operator.

"Setiap pembatasan operasi kapal memiliki dampak akumulatif pada rantai pasokan dan menyebabkan gangguan nyata."

Krisis ini tak hanya dikeluhkan pengusaha ekspedisi namun juga berimbas kepada sektor lainnya. Hal ini dikarenakan keterlambatan dan juga penambahan biaya yang kebanyakan dibebankan kepada konsumen.

Melansir Bloomberg pada Selasa (2/11/2021), di pelabuhan Singapura terjadi penumpukan kontainer hingga 22% di atas normal. Ada 53 kapal kontainer berlabuh di sana, naik dari 45 kapal yang tercatat 21 Juli. Beberapa pelabuhan utama tetangga Singapura di Asia Tenggara juga mengalami penumpukan pada awal November.

Port Klang di Malaysia melaporkan tingkat kemacetan 14,5% di atas normal dan Tanjung Pelepas di 29,9% lebih dari biasanya.Hub peti kemas Tanjung Priok di Jakarta berada 6,7% di atas normal, dan Manila 6,5% lebih tinggi dari biasanya.

Di belahan bumi lainnya, Savannah, pelabuhan terbesar keempat di Amerika, telah menangani menghadapi masalah kemacetan sepanjang tahun 2021. Tercatat sekitar 28 kapal yang menunggu untuk berlabuh.

Di Eropa, Pelabuhan Piraeus di Yunani terjadi antrean kapal pada periode April-Oktober. Ada 18 kapal berlabuh menunggu pada awal November lalu di pelabuhan yang membentang ke Laut Aegea.

Ini terjadi setelah Cosco Shipping Holdings Co, perusahaan pengapalan dan logistic dari China meningkatkan kepemilikannya di pelabuhan tersebut menjadi 67%.

Kontainer yang langka mengakibatkan harga sewa dan beli meroket den membebankan para pedagang ekspor maupun impor. Di China, produsen peti kemas sekarang mengenakan biaya sekitar US$ 2.500 untuk kontainer baru baru, naik dari U$ 1.600 tahun lalu.Demikian juga, tarif sewa kontainer naik sekitar 50% dalam waktu hanya enam bulan.

Bahkan ada laporan, beberapa perusahaan membayar hingga sepuluh kali lebih banyak dari harga normal untuk mengimpor barang.

Ada juga beberapa perusahaan yang memilih untuk mengangkut barang-barang mereka melalui charter udara, namun harga pun sudah naik lebih dari dua kali lipat harga sebelum pandemi.

Dampak dari krisis ini sudah sampai ke Indonesia. Harga sewa kontainer mahal tidak hanya terjadi untuk pengangkutan ekspor, namun dari dalam negeri juga dilaporkan semakin mahal.

Sebagai langkah solusi, Kemenhub akan mengoptimalkan tol laut untuk memberi ruang kapal dalam mendistribusikan logistik. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, mengatakan saat ini yang terjadi bukan hanya krisis kontainer tapi ruang kapal semakin terbatas. Jadi yang terjadi adalah krisis ruang kapal.

"Jadi mau tidak mau berimbas dalam negeri, namun demikian Kemenhub akan terus berusaha memberikan ruang terutama untuk pengusaha menengah ke bawah melalui Toll Laut yang bekerjasama dengan BRI membuat sistem penjualan langsung grosir. Sehingga mereka yang hanya mengirim 3 ton - 4 ton bisa disatukan," katanya dalam webinar, Selasa (23/11/2021).

Sementara itu, Presiden AS Joe Biden menguraikan beberapa langkah untuk mengurangi gangguan rantai pasokan global dalam pertemuan dengan G-20.

"(Untuk) menyelesaikan ini akan membutuhkan kita semua - pemerintah dan industri swasta, serikat pekerja, dan lembaga penelitian," ujar Biden.

Kapan krisis ini akan mereda?

Menurut Mahendra mengutip riset dari Konsultan Eropa Copenhagen, memberikan analisa kapan krisis ini selesai. Krisis kontainer sebelumnya juga sempat terjadi pada saat tahun 1998, dimana membutuhkan waktu pemulihan sampai 10 bulan.

Begitu juga saat terjadi krisis 2008, begitu juga krisis yang terjadi pada 2012, 2014 dan krisis pada 2016 yang memakan waktu 10 bulan. Namun untuk krisis kesehatan yang terjadi dari 2020 -2021 ini masih sulit diprediksi secara pasti.

"Sedang dilihat seberapa lama situasi imbalance pergerakan barang di dunia ini, dari atau kekacauan sebelumnya paling lama itu 17 bulan. Sementara untuk situasi sekarang mungkin memakan waktu 24-26 bulan untuk perbaikan tarif. Khususnya untuk target market Eropa dan Amerika," katanya.

Sedangkan para ahli pelayaran memperkirakan bahwa krisis ini baru akan mulai stabil pada pertengahan 2022. 

TIM RISET ²©²ÊÍøÕ¾Â INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular