
Gak Ada Duit, Kiamat Batu Bara Masih Lama!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah memiliki target netral karbon pada 2060 mendatang atau bahkan lebih cepat. Bila ingin dipercepat, maka artinya negara membutuhkan bantuan internasional, terutama dalam hal pendanaan.
Untuk mempercepat pensiun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara ini, maka butuh ongkos yang mahal. Artinya, jika ongkos tersebut tidak ada, maka "kiamat" batu bara atau penghentian PLTU ini diprediksi masih akan lama terjadi atau setidaknya pada 2057 dan netral karbon tercapai pada 2060 seperti yang direncanakan pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana.
Dalam wawancara bersama ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (29/11/2021), dia mengatakan dalam mencapai netral karbon secara nasional akan melibatkan banyak sektor, sehingga direncanakan netral karbon pada 2060 terjadi secara alami.
"Makanya sudah direncanakan seperti itu 2060 by nature, sesuai umur kontrak, asumsi kontrak berakhir gak perpanjang dan gak terima usulan PLTU baru," kata Rida.
Menurut Rida, Indonesia membuka diri kepada pihak internasional yang mau membantu mempercepat target netral karbon ini dengan program pensiun dini PLTU. Dia berharap agar pihak asing tidak hanya mengajak untuk capai netral karbon, tapi juga harus beri modal.
"Kita punya kemampuan lah, kalau ada pihak luar yang mau dukung program ini dengan program pensiun dini ya ayok. Ya jangan cuma ngajak doang, tapi gak bawa uang dan teknologi," paparnya.
Saat ini, kata Rida, pemerintah sudah punya roadmap program-program untuk mengidentifikasi risikonya. Pada akhirnya untuk mencapai netral karbon butuh modal, sehingga perlu dukungan asing.
"Tapi maaf, kami gak posisi mengemis, kalau Indonesia gak mau dibantu ya gini aja, kalau bantu ya bawa uangnya," tegas Rida.
Lebih lanjut dia mengatakan penggunaan ongkos untuk mencapai netral karbon dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi opsi terakhir. APBN dia sebut selama ini digunakan untuk sesuatu yang tidak ekonomis atau tidak menarik bagi investor.
"Kalau bisa masuk dengan dana privat, kenapa harus APBN, toh bisa kita gunakan untuk yang lain APBN-nya," pungkasnya.
(wia) Next Article Benci Tapi Rindu, Batu Bara Jadi Lapangan Kerja Banyak Orang
