²©²ÊÍøÕ¾

Jawaban Telak Sri Mulyani Soal Utang Dahsyat, Faktanya?

Lidya Julita Sembiring, ²©²ÊÍøÕ¾
25 January 2022 09:40
Infografis/Tidak Hanya MPR saja, Belanja Jokowi & Prabowo Dipangkas Sri Mulyani!/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/Tidak Hanya MPR saja, Belanja Jokowi & Prabowo Dipangkas Sri Mulyani!/Aristya Rahadian

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Sri Mulyani, Menteri Keuangan RI mendapatkan sederet pertanyaan mengenai utang dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Senin (24/1/2022).

Salah satunya dari anggota Komite IV DPD RI Bambang Santoso. Ia menyakan apakah utang tersebut betul-betul digunakan untuk kebutuhan terutama untuk menangani pandemi Covid-19.

"Apakah benar utang-utang yang dilakukan oleh pemerintah benar-benar sebagai kebutuhan? Bukan sebagai keinginan?," tanyanya ke Sri Mulyani.

Utang pemerintah meningkat cukup tajam dalam dua tahun terakhir sejak munculnya Covid-19 di Indonesia pada awal tahun 2020. Ini tercermin dari kenaikan utang lebih dari 2.000 triliun dalam jangka waktu tersebut.

Menanggapi hal tersebut, bendahara negara ini menjelaskan bahwa utang digunakan sesuai kebutuhan. Terutama di masa pandemi Covid-19 perekonomian Indonesia tertekan begitu dalam sehingga penerimaan negara anjlok.

Namun, di sisi lain belanja tetap dilakukan bahkan nilainya naik karena banyak yang harus dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat korban pandemi Covid-19. Tidak hanya dari sisi kesehatan tetapi juga ekonomi dengan memberikan insentif bagi pelaku usaha, UMKM hingga pelajar.

"Ini yang kita lakukan dan coba masukkan dalam rencana tahunan setiap tahunnya. Termasuk kita reform pendidikan, perbaiki sistem kesehatan, perbaiki bantuan sosial. Itu semua yang dilakukan supaya penggunaan resources atau sumber daya yang kita kumpulkan melalui penerimaan itu kembali kepada masyarakat," jelasnya.

Lanjutnya, semua dilakukan agar masyarakat bisa tetap selamat di tengah ancaman krisis kesehatan yang datang. Ini juga sekaligus untuk mencegah terjadi kemiskinan yang melonjak tajam.

Semua kebijakan ini ditekankan dilakukan dengan perhitungan bersama dengan anggota dewan. Sehingga semua yang ada termasuk utang sudah disetujui bersama antara pemerintah dan DPR RI.

"Jadi ini semua sudah dihitung. Jadi kalau kita berhitung, itu dilakukan dalam mekanisme APBN," pungkasnya.

Dari data Kementerian Keuangan, utang pemerintah di akhir 2019 tercatat sebesar Rp 4.778 triliun, kemudian naik drastik menjadi Rp 6.074,56 triliun di akhir 2020 dan terakhir tercatat sebesar Rp 6.908,87 triliun di akhir tahun 2021.

Rasio utang Indonesia mencapai 41% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dibandingkan Desember 2020 yang tercatat Rp 6.074,56 triliun, utang ini naik Rp 834,31 triliun. Sedangkan dibandingkan November 2021 yang tercatat Rp 6.713,24 triliun utang ini bertambah Rp 195,63 triliun.

Penambahan utang cukup besar memang sudah terjadi sejak tahun lalu yang dikarenakan adanya pandemi Covid-19. Membuat penerimaan negara turun tajam sehingga pemerintah membutuhkan utang untuk penanganan pandemi.

Secara rinci, utang ini tentu saja didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) dengan porsi 88,15% dan utang melalui pinjaman sebesar 11,85% dari total utang yang dimiliki Indonesia.

Utang dari SBN tercatat Rp 6.090,31 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp 4.822,87 triliun dan utang valuta asing Rp 1.267,44 triliun. Utang SBN domestik dan valas terdiri dari SBN dan SBSN.

Kemudian, utang dari pinjaman tercatat hanya Rp 818,56 triliun. Porsi utang pinjaman ini jauh berkurang dibandingkan sebelumnya.

Utang pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 13,25 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 805,31 triliun. Pinjaman luar negeri terdiri dari bilateral Rp 296,14 triliun, multilateral Rp 466,83 triliun dan commercial banks Rp 42,34 triliun.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular