²©²ÊÍøÕ¾

'Harta Karun' Hijau Bikin Kaget, Ini yang Bisa Bikin Mahal!

Damiana, ²©²ÊÍøÕ¾
14 February 2022 15:55
Petani menggunakan sarung tangan untuk menjaga kebersihan selama proses vanilla dryer. (Tangkapan Layar via Instagram @desa_ekspor_indonesia)
Foto: Petani menggunakan sarung tangan untuk menjaga kebersihan selama proses vanilla dryer. (Tangkapan Layar via Instagram @desa_ekspor_indonesia)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Tanaman vanili bernilai ekonomis tinggi tapi tak banyak yang tahu dan mampu sabar membudidayakannya. Hanya petani tertentu yang mau telaten menggarap 'harta karun' hijau yang jadi sumber devisa ekspor Indonesia ini. Bahkan bila dikembangkan secara organik, harganya makin lebih mahal.

AmeliusManoppo, petani vanili di Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara mendirikan UD Lo'or, Amelius bekerja sama dengan sekitar 200 petani. Sekitar 100-an di antaranya sudah mengantongi sertifikat organik, dengan total luasan 150 ha.

UD Lo'or hanya memproduksi vanili organik, sama sekali tanpa penggunaan pupuk kimia. Sertifikat organik atas produk UD Lo'or diterbitkan oleh Control Union Certifications. Dimana, masa berlaku sertifikat hanya 1 tahun.

"Perwakilan mereka datang ke sini, melakukan pemeriksaan, survei, evaluasi, tes. Dari 200 yang kami ajukan tahun lalu, yang diterbitkan hanya untuk 175 petani, sisanya reject karena ada temuan pestisidanya," kata Amelius kepada ²©²ÊÍøÕ¾, belum lama ini.

Untuk proses sertifikasi hingga diterbitkan, kata dia, dibiayai oleh PT Tripper Nature. Dimana proses audit membutuhkan waktu sekitar 1Perusahaan Prancis yang memiliki pabrik pengolahan vanili di Bali.

"Perusahaan Perancis, PT Tripper Nature membiayai mulai dari audit. Sampel untuk audit dibawa ke lab di Belanda. Selama ini kami menjual produk Lo'or ke Tripper Nature. Selama 10 tahun terakhir kami menjual ke mereka," kata Amelius.

Menurut pembina petani vanili, Hendra Sipayung, UD Lo'or merupakan jaringan kelompok tani yang menghasilkan vanili organik. Yang dijual dalam bentuk kering, atau gourmet.

"Tahun ini kami mengajukan sertifikasi untuk sekitar 60 ha lahan, milik 24 petani, termasuk lahan saya sekitar 15 ha. Sekarang sedang proses, mereka datang audit sekitar bulan Januari," kata Amelius.

Dia mengaku, cara bercocok tanam organik sudah lama dikembangkannya. Yang diimplementasikan dari pola hidup Amelius yang serba organik.

"Dari awal memang saya pola hidupnya serba organik, dan lebih memilih sayuran hidroponik. Sebisa mungkin semua harus organik, sampai bertanam vanili organik. Ditambah, harga yang organik kan lebih mahal," kata Amelius.

Petani vanili, ujarnya, hanya memperoleh hasil pendapatan sekali saat panen. Untuk itu, imbuh dia, petani seharusnya menikmati harga yang lebih baik.

"Kalau harga vanili organik mahal, petani bisa mendapatkan harga lebih mahal. Saat ini harga sedang turun. Harga gourmet (kualitas satu) saat ini Rp2,5 - 3 juta per kg, sedangkan untuk kualitas di bawahnya Rp1,8 - 2 juta per kg," kata dia.

Jika sedang panen raya, UD Lo'or menghasilkan 50-60 ton vanili basah. Namun, jika sedang panen raya bisa menghasilkan 100-200 ton vanili," kata Amelius.

Dia berharap, bisa mendapatkan akses ke pembeli di pasar ekspor secara langsung. Dengan begitu harga yang dinikmati petani bisa lebih tinggi lagi.

"Dan semoga pengajuan sertifikat tahun ini semuanya lolos," ujar Amelius.


(hoi/hoi) Next Article Diam-Diam RI Punya 'Harta Karun' Hijau, Harganya Bikin Kaget!

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular