
Lifting Migas Masih Anjlok, Target 1 Juta Barel Semu?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Komisi VII DPR RI pesimistis target 1 juta barel minyak per hari di 2030 yang dicanangkan pemerintah dapat tercapai. Mengingat dalam tiga tahun terakhir ini saja, produksi minyak nasional terus mengalami penurunan.
Bahkan, target produksi minyak dan gas bumi siap jual atau lifting dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2023 lebih rendah jika dibandingkan tahun 2022. Untuk lifting minyak misalnya hanya diperkirakan mencapai 660 ribu barel per hari (bph), sedangkan lifting gas 1,05 juta barel setara minyak per hari.
"Kami sampaikan dengan Kementerian ESDM, SKK Migas, Pertamina bahwa kita kok semakin skeptis 1 juta bph di 2030 mengingat dalam tiga tahun ini ada penurunan produksi yang sangat konsisten," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno dalam webinar "Capaian dan Tantangan Satu Tahun Blok Rokan, Kamis (18/8/2022).
Menurut dia, ketika Komisi VII menetapkan asumsi di APBN 2022, lifting minyak masih di level 705-715 ribu bph. Sehingga, ia menilai target 1 juta barel di 2030 cukup ambisius untuk dikejar. "Jadi ada concern dari DPR bahwa target yang dicanangkan itu target yang cukup ambisius dalam kondisi sekarang," kata Eddy.
Eddy menyebut jika ingin mencapai target 1 juta barel pada 2030, paling tidak harus ada temuan baru sekelas Blok Rokan dan Blok Cepu, atau Pertamina dalam melakukan akuisisi lapangan minyak potensial. Namun itu semua dengan catatan, produksi minyak nasional eksisting tidak mengalami decline.
"Jadi PR kita cukup banyak dan besar. Ya kita harus melakukan berbagai hal yang akan membuat Indonesia kembali menarik di kacamata para investor terutama mereka yang memiliki kapasitas investasi dalam jumlah dan skala besar," kata dia.
Sementara, beberapa perusahaan migas kakap dunia mempunyai pilihan lain untuk berinvestasi di negara yang secara aspek fiskal, pengelolaan izin jauh lebih mudah daripada Indonesia.
"Jadi ini merupakan sebuah PR besar bagi kita. Kalau kami dengar-dengar, mudah-mudahan ini tidak benar. Kalau jadi kenyataan bahwa Exxon sendiri di Cepu kalau dapat harga tepat mereka akan exit dari Indonesia. Shell sudah exit dari Blok Masela. IDD sudah ditinggal Chevron juga. Sakakemang ada potensi juga bahwa akan divestasi," ujarnya.
Melihat kondisi itu, Eddy menilai bahwa ini merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, khususnya mengenai iklim investasi di sektor hulu migas. Ia pun mendorong perlu adanya task force yang betul-betul kerja fokus dengan timeline ketat untuk merumuskan hal tersebut. "Jangan sampai tahun depan kita ketemu masih bicara hal yg sama. Saya kira ini tantangan besar buat kita agar kita bisa capai 1 juta bph," katanya.
(pgr/pgr) Next Article Forum Kapasitas Nasional, Kejar Target 1 Juta Bph Migas 2030