
'Kiamat' di Mana-mana, Sri Mulyani & Bos BI Wajib Kompak

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Bank Dunia atau World Bank membagikan'kabar buruk'. Dunia diproyeksi akan mengalami resesi 2023.
Resesi global ini dipicu oleh pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara dunia.
Tanda-tanda 'kiamat' atau resesi ini semakin jelas ketika Amerika Serikat (AS) mencatatkan inflasi yang tinggi, dibarengi dengan sikap agresif bank sentralnya untuk terus menaikkan suku bunga acuan.
Sementara itu, dataran Eropa dilanda krisis energi yang memicu kenaikan tarif listrik dan gas di Benua Biru. Alhasil, inflasi di sejumlah mencetak rekor-rekor tertinggi.
China, negara dengan ekonomi terbesar di dunia pun, ikut mengalami tekanan. Pertumbuhan ekonominya diperkirakan akan menciut akibat kebijakan zero-Covid dan guncangan yang terjadi di sektor properti.
Dengan demikian, risiko resesi pada tahun depan semakin nyata. Tentunya, hal ini akan mempengaruhi Indonesia.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai dalam menghadapi resesi global tentunya otoritas fiskal dan moneter tidak bisa jalan sendiri-sendiri.
"Harus ada koordinasi yang kuat," tegasnya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Selasa (20/9/2022).
Sekarang ini, dia melihat koordinasi antara Bank Indoensia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebenarnya sudah cukup berjalan baik, dimana BI misalnya tidak hanya mempertimbangkan inflasi atau stabilitas tetapi juga pemulihan atau pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, di tengah tekanan inflasi yang besar terutama pasca kenaikan harga BBM subsidi, Piter mengharapkan BI dapat semaksimal mungkin menahan kenaikan suku bunga untuk memberikan ruang yang cukup untuk pertumbuhan ekonomi.
"Ini akan menjadi tantangan bagi BI," tegasnya.
Sementara itu, di sisi lain, dia memandang pemerintah harus menyeimbangkan antara stimulus perekonomian di tengah beban APBN yang berat khususnya pada tahun 2023, ketika batasan defisit maksimal 3 persen dari PDB sudah kembali diterapkan.
Di sisi lain, Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Rifky mengingatkan bahwa pemerintah harus terus menjaga daya beli dengan menyalurkan bantuan sosial, berupa bantuan langsung tunai (BLT).
Selain itu, pemerintah dan instansi terkait diminta untuk melindungi dunia usaha.
"Menjaga iklim usaha di kondisi domestik dan menjaga sentimen di masyarakat. Kita lihat per tahun 2022 ini tampaknya sudah cukup baik, pertumbuhan ekonomi bisa dijaga pertumbuhannya 5%," paparnya dikutip Selasa (20/9/2022).
(haa/haa) Next Article Bos BI hingga Sri Mulyani Ingatkan: Dunia Sedang Dalam Bahaya