²©²ÊÍøÕ¾

Duh Sayang! 'Durian Runtuh' Bisa Tak Terulang Lagi di 2023

Cantika Adinda Putri, ²©²ÊÍøÕ¾
02 November 2022 18:52
4 Daerah RI Ini Simpan Harta Karun Top 2 Dunia, Kaya Raya!
Foto: Infografis/ 4 Daerah RI Ini Simpan Harta Karun Top 2 Dunia, Kaya Raya!/ Ilham Restu

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengungkapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2023 akan bersifat fleksibel, demi menahan gejolak resesi di tahun depan.

"APBN Tahun 2023 kita harus siapkan dari awal bahwa kita harus konservatif. Jadi dari sisi penerimaan kita sudah asumsikan kita relatif cukup konservatif," jelas Kepala BKF Febrio Kacaribu, Rabu (2/11/2022).



Febrio bilang, APBN 2023 disusun konservatif, karena mempertimbangkan berbagai faktor meningkatnya ketidakpastian global, termasuk potensi resesi ekonomi global.

Oleh karena itu, kata Febrio fleksibilitas menjadi modal bagi pemerintah dalam mengelola APBN, namun dipastikan akan tetap kredibel untuk bisa mencapai defisit di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Pagu belanja di alam APBN 2023 yang sudah diatur di dalam undang-undang ditetapkan sebesar Rp 3.061,2 triliun.

Belanja negara tersebut, kata Febrio akan diarahkan untuk tetap fleksibel dalam merespon berbagai dampak gejolak global, supaya tidak menimbulkan spill over atau efek rambatan ke perekonomian dalam negeri.

"Fleksibilitas itu jadi modal bagi kita (menjalankan APBN 2023). Gimana pemerintah kita agile dan terutama kita pastikan itu bisa siap, kalau dibutuhkan menjaga masyarakat yang miskin dan rentan," jelas Febrio.



Pemerintah, lanjut Febrio sudah punya bekal untuk memprioritaskan belanja saat terjadi pandemi Covid-19. Di mana APBN diarahkan sebagai shock absorber dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Adapun, penerimaan negara di tahun depan, ditargetkan bisa mencapai Rp 2.463 triliun atau tumbuh 1,1% jika dibandingkan dengan outlook pendapatan negara tahun ini.

Febrio bilang, penerimaan negara yang dipatok tumbuh tipis tersebut, disebabkan dari dampak komoditas terhadap penerimaan negara diasumsikan akan menurun di tahun depan.

"Kita asumsikan harga komoditas yang tinggi di 2022, kita anggap tak akan terulang di 2023. Kita di APBN 2023 itu tumbuhnya cuma 1,1% dibandingkan outlook 2022, artinya kita sangat konservatif," jelas Febrio.


(cap/mij) Next Article Top Bu Sri Mulyani! Surplus APBN per Juli 2022 Tembus Rp100 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular