
Mantap! Jokowi Bakal Ketiban 'Durian Runtuh' 16 Kali Lipat

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah bersiap mendapatkan keuntungan yang berkali-kali lipat dari sektor mineral bauksit. Hal ini tatkala pemerintah akan melarang ekspor bijih bauksit dan melakukan ekspor bauksit dengan nilai tambah melalui hilirisasi di dalam negeri.
Ekspor bijih bauksit dipastikan akan disetop pada Juni 2023 sesuai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Staf Khusus & Juru Bicara Kementerian Investasi/BKPM Tina Talisa menilai keputusan pemerintah melarang ekspor ini ditujukan guna menghidupkan hilirisasi industri untuk penciptaan nilai tambah. Bahkan dengan adanya hasil olahan bauksit, negara bisa untung berkali-kali lipat.
Tina mencontohkan misalnya, apabila bauksit dijual dalam bentuk alumina, maka nilai tambahnya bisa empat kali lipat. Sementara jika dalam bentuk aluminimum bisa menjadi 16 kali lipat. "Nilai tambah alumina empat kali lipat dari bauksit. Bila diolah menjadi aluminium, nilai tambahnya menjadi 16 kali," ujar Tina kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Rabu (9/11/2022).
Lebih lanjut, Tina mengatakan bahwa Indonesia saat ini telah memiliki beberapa smelter alumina, seperti di Bintan dengan kapasitas sekitar 2 juta ton per tahun, serta yang akan dibangun di Kalimantan Barat dengan nilai investasi sekitar US$ 830 juta.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif mengatakan, potensi penambahan pendapatan negara bisa melesat hingga delapan kali lipat dari hilirisasi bauksit menjadi alumina.
Berdasarkan catatannya, pada 2021 harga bijih bauksit sekitar US$ 24 - US$ 30 per ton atau sekitar Rp 469.323 per ton. Hal itu menyumbang pendapatan negara sebesar US$ 628 juta atau setara dengan Rp 9,8 triliun (asumsi kurs Rp 15.646 per US$) dengan penjualan sebanyak 23 juta ton bijih bauksit.
Sementara bila dijual berupa alumina, penerimaan negara diperkirakan bisa melejit delapan kali lipat karena dengan asumsi harga alumina kini sekitar US$ 200 - US$ 300 per ton.
Dengan asumsi penjualan pada volume yang sama saja, artinya penerimaan negara bisa melejit menjadi US$ 5 miliar atau sekitar Rp 79 triliun bila menjual dalam bentuk alumina.
"Dengan harga bijih bauksit itu kira-kira US$ 24 - US$ 30 per ton itu kemarin tahun 2021. Kita menjual sekitar 23 juta ton itu sekitar US$ 628 juta. Itu sedemikian rupa, begitu angka ini akan melesat apabila kita berhasil menjadi alumina dari bijih bauksit dalam proses smelter bauksit grade alumina ini harga jualnya dapat menjadi sekitar US$ 200 - US$ 300 per ton. Anda bisa bayangkan delapan kali lipat kurang lebih ya," ucap Irwandy kepada ²©²ÊÍøÕ¾Â Indonesia, Dikutip Rabu (9/11/2022).
Menurutnya, angka ini bisa kembali melambung bila Indonesia bisa memprosesnya lagi menjadi aluminium. Apalagi, lanjutnya, harga aluminium kini sudah mencapai sekitar US$ 2.000 per ton.
"Kemudian, terlebih lagi alumina diolah menjadi aluminium harga jualnya melesat hingga US$ 200 per ton. Jadi kita bisa bayangkan bagaimana pengaruhnya terhadap penerimaan negara," pungkasnya.
(pgr/pgr) Next Article Jokowi Makin Sumringah, Bakal Ketiban Durian Runtuh Lagi
