²©²ÊÍøÕ¾

Alert! 97 Pabrik Tekstil PHK Puluhan Ribu Karyawan

Martyasari Rizky, ²©²ÊÍøÕ¾
02 December 2022 14:15
Suasana sepi pabrik garmen PT. Fotexco Busana International, Gn. Putri, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11/2022). (Tangkapan layar ²©²ÊÍøÕ¾ TV)
Foto: Suasana sepi pabrik garmen PT. Fotexco Busana International, Gn. Putri, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/11/2022). (Tangkapan layar ²©²ÊÍøÕ¾ TV)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat, 97 pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 30 ribu orang buruh. Angka itu berdasarkan laporan yang masuk ke API per 21 November 2022. 

"Berdasarkan dari hasil laporan anggota yang masuk, API saja, ada sebanyak 30.166 total karyawan yang terkena PHK," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan dan Pengembangan SDM BPP API Nurdin Setiawan kepada ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Jumat (2/12/2022).

Dia menjelaskan, PHK terjadi akibat penurunan permintaan khususnya di pasar ekspor yang berdampak pada penurunan kapasitas produksi. Hal itu, ujarnya, berdampak pada pengurangan karyawan.

"Jadi karena memang kita harus menyesuaikan dengan order yang ada. Jadi kita tidak bisa 100% full kapasitas," ucapnya.

Jika ditambah data 2 asosiasi industri TPT lainnya, kata Nurdin, total sudah sekitar 61.000 karyawan yang terkena PHK, dari total 3,5 juta pekerja di sektor TPT nasional.

Ancaman Gelombang PHK

Oleh karena itu, di tengah situasi perekonomian dunia yang sedang sulit ini, lanjut Nurdin, bukan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2022 yang diinginkan sebagai bentuk perlindungan pemerintah untuk industri TPT dan garmen. Sebab, masalah pengupahan sudah tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021.

"Di dalam situasi seperti ini kan seharusnya bukan itu yang kami inginkan perlindungannya. Karena kalau masalah pengupahan kan sudah di dalam PP No 36/2021, kenapa masih mengeluarkan Permenaker yang mengatur tentang upah yang sama," ucap Nurdin.

Mestinya, lanjut dia, pemerintah memberikan suatu payung hukum. Seperti misalnya, terhadap fleksibilitas jam yang bisa memberikan perlindungan bagi perusahaan produk tekstil, khususnya padat karya yang berorientasi ekspor.

Dia menambahkan, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2023 justru memperburuk gelombang PHK di kemudian hari.

Menurut dia, sekarang dalam kondisi ancaman dampak resesi ekonomi global saja sudah banyak perusahaan yang mengurangi kapasitas karena order yang memang sedang turun, ditambah lagi dengan kenaikan upah yang dinilai di atas kewajaran. 

"Sesungguhnya, UMP adalah jaring pengaman bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Sehingga, untuk karyawan yang masa kerja di atas satu tahun kan tidak menggunakan UMP. Nah, kalau upah minimum ini angkanya di level tinggi, berarti akan berdampak juga ke upah sundulannya," jelasnya.

"Kalau ditanya, kenaikan UMP ini sangat berpotensi jika menggunakan Permenaker No 18/2022 dengan angka yang lebih tinggi ketimbang perhitungan formula PP 36/2021, itu sangat berpotensi (memicu lonjakan PHK massal)," pungkas Nurdin.


(dce/dce) Next Article Lonceng Kematian Pabrik Tekstil RI, Pangkas 100.000 Orang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular