
Ekonomi Singapura Babak Belur di 2022, Ini Prospeknya di 2023

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ekonomi Singapura tumbuh 3,8% pada 2022, melambat tajam dari pertumbuhan 7,6% pada tahun sebelumnya.
Adapun, anjloknya pertumbuhan ekonomi tersebut sudah diperkirakan sebelumnya. Pemerintah sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan hanya akan mencapai 3,5%.
Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Perdagangan dan Industri (MTI) Singapura, Selasa (3/1/2023), ekonomi Singapura tumbuh 2,2% secara tahunan (year-on-year/yoy), melambat dari pertumbuhan 4,2% yoy pada kuartal sebelumnya.
Perlambatan kuartal keempat terjadi akibat kontraksi 3% yoy dari sektor manufaktur utama. Ini merupakan pembalikan dari pertumbuhan 1,4% yoy pada kuartal sebelumnya.
MTI mengatakan output menyusut di klaster manufaktur elektronik, bahan kimia, dan biomedis, melebihi ekspansi di bidang teknik presisi, teknik transportasi, dan manufaktur umum.
Sektor konstruksi tumbuh sebesar 10,4% pada kuartal keempat, meningkat dari pertumbuhan 7,8% pada kuartal sebelumnya, karena output konstruksi sektor publik dan swasta terus pulih.
Di antara sektor jasa, perdagangan grosir dan eceran serta transportasi dan penyimpanan secara kolektif tumbuh 2,3% pada kuartal keempat, lebih lambat dari pertumbuhan 5,7% pada kuartal sebelumnya.
Secara bersama-sama, informasi dan komunikasi, keuangan dan asuransi, dan sektor jasa profesional meningkat sebesar 2,9% pada kuartal keempat, setelah ekspansi 3,6% pada kuartal sebelumnya.
Layanan akomodasi dan makanan, serta real estat, layanan administrasi dan dukungan secara kolektif tumbuh 8,2%, melanjutkan pertumbuhan 9,3% di kuartal ketiga.
Para analis pun mengatakan pertumbuhan global yang lesu telah mulai memukul ekspor barang dagangan dari Asia, menarik sektor manufaktur kawasan itu ke dalam wilayah resesi sehingga membebani prospek tahun ini.
Sebelumnya, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa 2023 akan menjadi tahun yang lebih berat bagi ekonomi global dibandingkan 2022.
"Kami perkirakan sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi. Mengapa? Karena tiga ekonomi besar - Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China - semuanya melambat secara bersamaan," katanya, sebagaimana dikutip The Strait Times.
IMF telah memperingatkan pada bulan Oktober bahwa lebih dari sepertiga ekonomi dunia akan berkontraksi dan ada peluang 25 persen produk domestik bruto global tumbuh kurang dari 2% pada tahun 2023, yang didefinisikan sebagai resesi global.
Dalam laporan World Economic Outlook terakhirnya, pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6 % pada 2021 menjadi 3,2% pada 2022 dan 2,7% pada 2023.
Peringatan IMF juga digaungkan oleh Center for Economics and Business Research (CEBR), sebuah konsultan Inggris.
CEBR mengatakan pekan lalu bahwa dunia menghadapi resesi pada 2023 karena kenaikan suku bunga yang ditujukan untuk mengatasi inflasi akan menyebabkan sejumlah ekonomi berkontraksi.
"Pertempuran melawan inflasi belum dimenangkan. Kami berharap para gubernur bank sentral tetap berpegang pada senjata mereka pada tahun 2023 terlepas dari 'biaya' terhadap ekonomi. Biaya menurunkan inflasi ke tingkat yang lebih nyaman adalah prospek pertumbuhan yang lebih buruk untuk beberapa tahun mendatang," kata CEBR dalam World Economic League Table tahunannya.
(luc/luc) Next Article Melemah, Ekonomi Singapura Cuma Tumbuh 4,4% pada Kuartal III
