
Pernyataan Baru Putin soal Nuklir Rusia, Perang Nuklir Nyata?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Presiden Rusia Vladimir Putin memberi pernyataan terbaru soal nuklir. Ini terjadi dalam pidato menandai hari libur "Pembela Tanah Air", di negeri itu, Kamis (23/2/2023).
Ia mengatakan akan terus berfokus pada peningkatan kekuatan nuklirnya. Hal ini terjadi saat eskalasi antara Moskow dan Barat semakin memanas akibat perang besar-besaran yang berlangsung selama setahun antara Rusia dengan Ukraina.
Dirinya juga mengatakan Rusia akan terus melengkapi angkatan bersenjatanya dengan peralatan canggih. Ia juga memaparkan beberapa rudal nuklir Rusia yang baru dan yang telah dikembangkan.
"Seperti sebelumnya, kami akan meningkatkan perhatian untuk memperkuat triad nuklir," katanya dikutip Reuters.
"Kami akan melanjutkan produksi massal sistem Kinzhal hipersonik berbasis udara dan akan memulai pasokan massal rudal hipersonik Zirkon berbasis laut," tambahnya.
Pernyataan ini sendiri dibuatnya sesaat setelah Moskow membekukan perjanjian pengurangan senjata nuklir START dengan Amerika Serikat (AS). Putin menyebut hal ini terpaksa dilakukan lantaran Washington yang terus membantu Ukraina dengan senjata dan bersama sekutunya menjatuhkan deretan sanksi ekonomi pada Rusia.
"Saya terpaksa mengumumkan hari ini bahwa Rusia menangguhkan keikutsertaannya dalam perjanjian senjata ofensif strategis," katanya Selasa lalu.
Rusia dan AS memang diketahui memiliki 90% senjata nuklir dunia. Di sisi lain, perjanjian START ditandatangani keduanya di Praha pada 2010 lalu.
Sejauh ini, belum diketahui implikasi langsung dari eskalasi nuklir yang terjadi di antara Barat dan Rusia. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Prince mengatakan 'tidak jelas' apakah langkah Putin untuk menangguhkan partisipasi Rusia dalam perjanjian nuklir START Baru akan memiliki 'dampak praktis'.
"Kami belum melihat alasan untuk mengubah postur nuklir kami, postur strategis kami dulu," kata Price kepada CNN International.
Wartawan Al Jazeera James Bays mengatakan bahwa pengumuman Rusia mungkin ditujukan untuk khalayak internasional. Menurutnya, pengumuman ini akan memecah dukungan internasional.
"Itulah perbedaan yang berpotensi dieksploitasi oleh Putin dalam pidatonya," katanya.
Sebagian ahli percaya Rusia sebenarnya tidak akan meninggalkan perjanjian tersebut. Beberapa memprediksi tak akan ada peningkatan senjata nuklir dari Negeri Beruang Putih.
"Menangguhkan perjanjian tidak sama dengan meninggalkan perjanjian; Saya berasumsi tidak akan ada penumpukan Rusia di atas batas perjanjian," kata Andrey Baklitskiy dari Institut Riset Perlucutan Senjata PBB di Twitter.
"Tetapi akan ada lebih sedikit peluang untuk memverifikasi ini (hanya sarana teknis nasional), jadi kepatuhan akan diperdebatkan," tambahnya.
Sementara itu, perang besar-besaran Rusia-Ukraina masih terus berlangsung meski telah memasuki hampir satu tahun. Pada 24 Februari 2022 lalu, Putin memerintahkan pasukannya untuk masuk dan merebut beberapa wilayah di Timur Ukraina.
Dalam pidatonya setahun lalu itu, Putin menyatakan serangan itu sebagai 'operasi militer'. Ia berdalih adanya operasi ini dilakukan untuk membebaskan masyarakat komunitas Rusia di wilayah itu dari kelompok ultranasionalis yang dibeking Kyiv serta memaksa Ukraina untuk tidak bergabung ke NATO.
(sef/sef) Next Article 6 Tanda Putin Serius soal Perang Nuklir, Ada Pesan ke Jokowi
