²©²ÊÍøÕ¾

Mau Jadi Raja Baterai, RI Harus Bersaing dengan 3 Penguasa

Verda Nano Setiawan, ²©²ÊÍøÕ¾
12 April 2023 14:32
Pengunjung melihat mobil listrik Hyundai Ioniq yang dipamerkan dalam ajang pameran otomotif Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2021 di ICE, BSD City, Tangerang Selatan, Senin (15/11/2021). Hyundai Ioniq meluncur berbarengan dengan Hyundai Kona medio November 2020 lalu. Dari segi eksterior, Hyundai Ioniq Electric ini sudah terpancar aura futuristik, berkat grill tanpa lubang, dengan lampu khas unik yang berasal dari lampu depan LED ke Day Running Light (DRL). Dari sisi interior, IONIQ menampilkan kesan modern dengan kursi berbalut kulit. IONIQ juga memiliki dua layar LCD yang menampilkan berbagai informasi untuk pengemudi. Cluster Supervision dengan layar LCD TFT 7
Foto: ²©²ÊÍøÕ¾/Andrean Kristianto

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia memiliki cita-cita untuk bisa menjadi "raja" baterai kendaraan listrik. Namun ternyata, untuk menggapai cita-cita tersebut tidak lah mudah. Indonesia harus siap bersaing dengan tiga "penguasa" dunia saat ini.

Tiga "penguasa" baterai kendaraan listrik dunia tersebut yaitu Amerika Serikat, Eropa, dan China.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Indonesia Battery Corporation (IBC) Toto Nugroho.

Toto menjelaskan, kebutuhan baterai untuk kendaraan listrik dunia bakal mencapai 5.300 GWh pada 2035 dan didominasi oleh kebutuhan dari kendaraan listrik roda empat. Sementara, kebutuhan baterai kendaraan listrik sebagian besar berasal dari 3 area yakni Amerika Serikat, Eropa dan Asia.

Oleh karena itu, dia mengatakan pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemitraan dalam rangka menggenjot ekosistem baterai di Indonesia. Menurutnya, kemitraan ini sangat penting untuk merealisasikan proyek baterai.

"Kita lihat partner sangat penting karena dari segi aspek teknologi, permodalan dan aspek pasar baterai masih dikuasai 3 kubu Amerika, Eropa dan China," ungkap Toto dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (12/4/2023).

Namun demikian, menurut Toto, Indonesia ditargetkan dapat menjadi EV Battery Production Hub di kawasan Asia Tenggara. Apalagi, Indonesia mempunyai bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan baterai kendaraan listrik, terutama nikel.

"Kita itu ditargetkan, Indonesia sebagai hub production untuk EV battery karena di ASEAN sendiri yang memiliki aset paling besar untuk materi terkait hanya Indonesia dan kita punya peluang jadi eksportir hub ke ASEAN region," ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah terus berupaya menggenjot ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia. Pasalnya, peralihan ke kendaraan listrik berpotensi menekan besaran kompensasi BBM bersubsidi hingga US$ 5 miliar atau Rp 74,25 triliun (asumsi kurs Rp 14.850 per US$) per tahun pada 2035.

Toto menyebut, tren penggunaan kendaraan listrik di Indonesia diprediksi akan meningkat secara signifikan. Bahkan produksi kendaraan listrik untuk roda dua pada 2030 diperkirakan bakal tembus 9 juta unit, sementara untuk roda empat hampir mencapai 600 ribu unit.

Menurut Toto, potensi pengurangan konsumsi BBM yang semula berasal dari impor bisa digantikan dengan listrik yang dihasilkan dari pembangkit domestik. Adapun potensi pengurangan impor BBM pada tahun 2023 diproyeksi bisa mencapai 23 juta barel per hari.

"Potensi kita di 2035 bisa mengurangi impor hampir 23 juta barel per tahun. Mungkin US$ 4-5 miliar per tahun," ujarnya.


(wia) Next Article 1 Dekade Lagi Jalanan RI Diramal Kebanjiran Motor Listrik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular