
Pesta Durian Runtuh RI Masih Berlanjut, Ini Pemicunya..

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia masih berpeluang menikmati pesta durian runtuh dari komoditas batu bara. Setelah pesta panjang harga batu bara yang menembus level US$ 400 per ton pada tahun lalu imbas perang Rusia dan Ukraina, kali ini Indonesia kembali akan menikmati harga batu bara yang juga tinggi.
Salah satu pemicu meningkatnya harga batu bara adalah imbas gelombang panas ekstrem di negara-negara Asia. Sejumlah negara dinilai akan meningkatkan konsumsi batu baranya untuk pembangkit listrik demi pendingin udara.
Pada perdagangan Rabu (26/4/2023) tercatat harga batu bara kontrak Mei di pasar ICE Newcastle ditutup di posisi US$ 190 per ton. Harganya menguat 1,69%.
Harga tersebut adalah yang tertinggi dalam empat hari terakhir. Penguatan kemarin juga memperpanjang tren positif harga pasir hitam yang menguat dua hari beruntun dengan penguatan 2,1%.
Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengungkapkan Indonesia terpantau mengalami tren kenaikan harga batu bara. Seperti diketahui, Indonesia menerapkan kebijakan Harga Batu Bara Acuan (HBA) yang mana harga batu bara ditentukan dengan perhitungan harga batu bara bulan sebelumnya.
"Kalau kita lihat memang ini harga relatif naik, tentunya pemerintah diuntungkan PNBP karena memang royalti itu dibayarkan atas dasar patokan batu bara dasar hba. Pada saat harga patokan batu bara (naik). Ini tentunya menguntungkan kita," jelasnya dalam program 'Mining Zone' ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Kamis (27/4/2023).
Dia menilai, Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari melonjaknya harga batu bara melihat harga batu bara dunia pada bulan Maret lalu dan pada pertengahan bulan April ini terus meningkat.
"Kalau kita lihat kemarin itu ada sekitar Maret itu kan US$ 179 hingga US$ 180 (per ton). Sehingga sekarang hanya US$ 198. Sehingga kalau kita lihat tren Januari justru masih turun, tapi dalam tiga bulan ini hanya antara kisaran US$ 182 hingga US$ 198, sekitar itu. Terakhir pertengahan April masih dibawah US$ 200," tuturnya.
Namun memang, kenaikan harga batu bara yang dapat dirasakan saat ini masih belum bisa melebihi puncak kejayaan harga batu bara yang terjadi pada akhir tahun 2022 lalu yang menyentuh US$ 400 per ton.
Singgih mengungkapkan hal tersebut dikarenakan inflasi di Rusia karena konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Sehingga kondisi saat ini berbeda dengan kondisi yang dihadapi saat akhir 2022 lalu.
"Namun kita juga harus lihat kenaikan ini tidak akan sejauh kenaikan di saat ada isu terkait ada inflasi saat Rusia ke Ukraina. Ini jauh berbeda, sehingga ini saya lihat lebih kepada kenaikan real saja," tandasnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan China dan India masih menjadi pasar utama batu bara RI. BPS menunjukkan ekspor batu bara ke India mencapai 23,97 juta ton pada kuartal I-2023 dengan nilai menembus US$ 1,91 miliar.
Ekspor batu bara RI ke China menembus 20,94 juta ton dengan nilai US$ 2,06 miliar pada kuartal I-2023. Adapun, India sudah mengimpor batu bara sebanyak 2,2 juta ton atau naik 25% (month to month/mtm) pada Februari.
Produksi batu bara India juga ditingkatkan hingga mencapai 892 juta ton pada April 2022 hingga Februari 2023. Jumlah tersebut naik 14,7% (year on year/yoy).
Kantor Kepabeanan China melaporkan impor batu bara China pada kuartal I-2023 mencapai 101,8 juta, melonjak 96% dibandingkan periode yang sama.
Selama Maret saja, impor batu bara China menembus 41,17 juta ton, melesat 151%. Jumlah tersebut adalah yang tertinggi sejak Januari 2020 atau pra-pandemi. Kenaikan permintaan ini tentu akan berimbas kepada negara pemasok, terutama Indonesia dan Rusia.
(pgr/pgr) Next Article Juragan Makin Happy! Harga Batu Bara Acuan RI Resmi Diubah