
3 Desakan Ritel Soal Utang Migor, Mendag Sebut Bisa Dipenjara

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengancam bakal menempuh jalur hukum jika pemerintah belum juga membayar utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp 344 miliar. Langkah tersebut merupakan opsi terakhir jika dua opsi lainnya mentah. Alhasil, Aprindo memberikan tiga opsi kepada pemerintah terkait utang rafaksi tersebut.
Langkah pertama adalah peritel bakal menyetop pembelian minyak goreng dari produsen.
Imbasnya, minyak goreng akan perlahan-lahan langka di ritel seluruh Indonesia. Cara ini diambil jika 2-3 bulan ke depan pemerintah belum juga membayar utangnya. Sedangkan cara kedua adalah tidak membayar kewajiban pembelian minyak goreng ke produsen sepenuhnya.
"Kalau potong tagihan, jadi begitu barang udah masuk stok kita, kan kita jualin, kita dapat uangnya dong ke konsumen. Dinamakan potong tagihan, uang itu kita tidak bayarkan. Kita potong, mungkin potongnya nggak sekaligus ya. Potongnya bertahap," kata Roy.
Langkah itu bakal berlaku jika opsi pertama mentah. Pasalnya, pengusaha mengantisipasi adanya anggapan menimbun karena tidak menjual minyak gorengnya, padahal itu merupakan bentuk protes karena tuntutannya tidak terpenuhi. Sedangkan opsi ketiga adalah jalur hukum.
"Opsi ketiga, kita bisa juga coba memikirkan jalur hukum. Tapi itu langkah yang terakhir sekali,"
Ada saran bahwa pengusaha bisa langsung melakukan langkah terakhir ini menjadi senjata utama, namun Aprindo enggan. Roy menjabarkan bahwa ia bakal lebih dulu menggunakan pendekatan baik sebelum memutuskan langkah terakhir.
"Kami sebenarnya disuruh PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), disuruh gugat, dan sebagainya bukan itu langkah yang bagusnya. Kita kan waktu penugasan (program minyak goreng satu harga) kan tidak pakai hukum, masak mengakhirinya dengan hukum," kata Roy.
Peritel, ujarnya, hanya menuntut kepastian dari pemerintah, yaitu Kemendag yang tentu sudah mengetahui duduk perkara polemik utang rafaksi ini.
"Tadi dalam pembicaraan kita cerita ihwal Permendag N0 3/2022, Kemendag akui kalau itu harus dibayar. Dan ini kan sesuai harapan kami. Tapi karena ada institusi lain apakah dibayar atau nggak, itu jadi diskusi panjang. Karena ketika minta legal opinion ke Kejaksaan ada 2 opsi, kita yang sudah menjalankan kewajiban dibayar, atau tidak dibayar," ujarnya.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) pun sudah mengetahui duduk perkara masalah ini.
Utang rafaksi tersebut menjadi tanggung jawab dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), namun saat ini proses pembayaran tersebut belum memungkinkan.
Zulhas bahkan menyebut ancaman penjara jika melanggarnya.
"BPDPKS mau bayar tapi Permendag sudah nggak ada, maka perlu payung hukum kalo itu. Kan BPDPKS mau bayar, dia bayar kalau ada aturan. Kalau ngga (tanpa payung hukum), dia masuk penjara. BPDPKS oke saya bayar kalau ada aturannya," kaya Zulhas.
(dce/dce) Next Article Tiba-tiba, Bos Ritel Modern Minta Maaf & Peringatkan Warga RI