
China 'Gentayangan' di Timur Tengah, Terang-terangan Jegal AS

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Konstelasi geopolitik dunia terus menerus mengalami perkembangan. Terbaru, China dilaporkan mulai terang-terangan menjegal pengaruh Amerika Serikat (AS) di wilayah itu.
Baru-baru ini, Beijing menjadi mediator perdamaian dan normalisasi hubungan Iran dan Arab Saudi. Hal ini menjadi pertanyaan lantaran langkah Riyadh untuk berdamai dengan Teheran yang notabenenya musuh AS tidak melibatkan Washington.
Nyatanya, intervensi China dalam peta politik Timur Tengah jauh lebih dalam. lewat sebuah tulisan yang dibuat oleh penulis dan wartawan perbankan terkemuka, Simon Watkins, Beijing telah menancapkan tajinya di kawasan itu melalui Iran.
Iran merupakan negara yang disanksi oleh AS dan sekutunya lantaran perkembangan nuklirnya. Ini membuat negara kaya minyak itu kesulitan untuk menjual komoditas bahan bakar andalan itu.
Tak lama setelah normalisasi hubungan dengan Saudi, AS dan Iran terlibat saling sandera kapal tanker minyak. Ini diawali oleh langkah Washington yang menyita Kapal Tanker Suez Rajan pembawa minyak Iran menuju China.
Lalu, pada 27 April, Angkatan Laut Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGCN) merebut kapal tanker minyak Advantage Sweet saat berlayar melalui perairan internasional di Teluk Oman.
Menurut sumber pelayaran maritim, kapal tanker itu membawa 800.000 barel kargo minyak mentah Ratawi Irak untuk Chevron, salah satu perusahaan minyak utama AS.
Hanya beberapa hari kemudian, pada Rabu 3 Mei, Angkatan Laut Iran yang sama kembali menyita kapal tanker minyak lainnya, Niovi, setelah meninggalkan Dubai menuju pelabuhan Fujairah, juga di UEA, melalui Selat Hormuz.
Penyitaan kapal tanker ini sendiri disebutkan tak lepas dari pengaruh China. Beijing memiliki hubungan yang penting dengan Teheran, di mana Negeri Tirai Bambu menjadi pembeli terbesar minyak Persia dengan harga yang didiskon.
"Saat itu, China yang menjamin dukungan diam-diam kepada Iran yang memungkinkan IRGCN merebut dua kapal tanker minyak," menurut sumber yang bekerja sama dengan aparat keamanan energi Uni Eropa (UE) dikutip Oil Price, Jumat (12/5/2023).
Hubungan China dan Iran dalam perdagangan minyak sendiri sudah terjalin sejak penandatanganan Perjanjian Kerjasama Komprehensif 25 Tahun Iran-China. Dalam kesepakatan itu, China memiliki akses luas ke beberapa elemen kunci dari sektor energi, ekonomi, dan militer Iran.
Watkins menjabarkan bahwa kesepakatan itu juga berarti China tidak akan mentolerir apapun intervensi yang dapat mengancam kepentingan nasionalnya. Apalagi, saat ini posisi China juga menjadi Rival dari Washington.
"Meskipun tidak ada personel militer China yang terlibat langsung di lapangan dalam penyitaan kapal tanker minyak baru-baru ini, penyitaan menunjukkan bahwa China tidak akan menerima campur tangan apa pun dari AS dalam aspek ekspansi apa pun di Timur Tengah, atau dalam aliran minyak dan gas ke China yang menyertainya," ujar Watkins.
Intervensi China dalam menggeser AS pun ikut nampak saat Beijing mendamaikan Iran dan Saudi. Ini untuk menciptakan situasi kondusif bagi minyak Iran yang dibelinya dan dikirim melalui Selat Hormuz.
Sementara itu, Beijing juga terus memberikan manuver untuk benar-benar mengepung Iran agar terus berada dalam gerbongnya. Bahkan, negara pimpinan Xi Jinping itu telah mengambil manuver untuk menerapkan pembelian minyak Iran dengan yuan non-convertible, yang sebenarnya hanya dapat berlaku di dalam negeri China.
"Ini membuat uang (yuan) tersebut pun hanya dapat dibelanjakan untuk membeli barang-barang China," tambah aparat keamanan energi UE tersebut.
"China juga menggunakan mata uang Angola, Zambia dan Kenya untuk membayar Iran, dan China melakukan ini sebagai sarana untuk mendorong Iran membeli barang dari negara-negara ini sehingga negara, pada gilirannya, dapat melunasi pinjaman mereka ke China."
(luc/luc) Next Article Timur Tengah Panas Gegara Xi Jinping, Ada Apa?