Sawit RI Dijegal Eropa, Mendag Ancam Balik

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Indonesia terpukul dengan kebijakan baru Uni Eropa dengan memberlakukan Undang Undang (UU) Antideforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) sejak Mei 2023 lalu. Produk-produk pertanian dan perkebunan khususnya kelapa sawit terkena dampak langsung dari kebijakan tersebut.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan terang-terangan menolak UU tersebut dan akan melakukan perlawanan. Zulhas menyebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sudah mendatangi Uni Eropa berupaya untuk menegosiasikan kebijakan tersebut.
"Sudah, sudah. Pak Menko sudah datang, pak Menko Malaysia sudah datang," tegas Zulhas di Economic Update 2023, Selasa (11/7/2023).
Zulhas pun mengancam balik Uni Eropa. Caranya, sawit Indonesia tak lagi dikirim ke Uni Eropa dalam bentuk minyak goreng. Crude Palm Oil nantinya diolah menjadi biofuel.
"Tapi kita bisa melakukan perlawanan. CPO kita bisa kita konversi kok jadi biofuel. Sekarang sudah 13 juta kan," sebutnya.
![]() Panen tandan buah segar kelapa sawit di kebun Cimulang, Candali, Bogor, Jawa Barat. Kamis (13/9). Kebun Kelapa Sawit di Kawasan ini memiliki luas 1013 hektare dari Puluhan Blok perkebunan. Setiap harinya dari pagi hingga siang para pekerja panen tandan dari satu blok perkebunan. Siang hari Puluhan ton kelapa sawit ini diangkut dipabrik dikawasan Cimulang. Menurut data Kementeria Pertanian, secara nasional terdapat 14,03 juta hektare lahan sawit di Indonesia, dengan luasan sawit rakyat 5,61 juta hektare. Minyak kelapa sawit (CPO) masih menjadi komoditas ekspor terbesar Indonesia dengan volume ekspor 2017 sebesar 33,52 juta ton. |
Ancaman ini nantinya akan merugikan Uni Eropa. Harga-harga makanan menjadi lebih mahal.
"Cuma harga makanan jadi mahal ya biar saja Eropa saja tanggung jawab dosanya. kalau sawit jadi biofuel kan harusnya makanan manusia jadi makanan mesin apa boleh buat," ucapnya.
Zulhas menegaskan Indonesia menolak keras kebijakan tersebut. Dia menyebut itu adalah akal-akalan Uni Eropa untuk melindungi pasarnya.
"Keras sekali kita menolak. Minyak goreng, kopi lada, cengkeh, cokelat alasan deforestasi. Bayangkan itu petani kopi suruh bikin sertifikat gimana caranya (geleng-geleng). Itu akal-akalan mereka aja itu," lanjutnya.
"Mereka pohon dan hutannya sudah habis, mereka hidupnya enak udah kaya-kaya kita juga kan pengen. Petani kita ingin sekolah, ingin hidup layak tentu kita keras menolak sampai hari ini. Tentu kita akan protes terus kalau ada perlakuan-perlakuan tidak adil," jelasnya.
(wur/wur) Next Article Mendag Tegas Cara Eropa Jegal Sawit RI Seperti Penjajah
