
Harga Sapi Australia Turun, Kenapa di DKI Masih Rp170.000?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Setelah sempat harganya mencapai rekor tinggi pada setahun lalu, harga sapi di Australia per Juli 2023 ini dilaporkan anjlok sampai setengahnya. Seperti diketahui, Australia merupakan sumber utama impor sapi dan daging sapi Indonesia.Â
Lantas, apakah penurunan harga sapi di Australia berdampak langsung dan otomatis ke Indonesia?
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Suhandri mengatakan turunnya harga daging sapi di Australia kemungkinan baru akan terasa efeknya di Indonesia pada awal September 2023.
"Impact harganya kan nggak mungkin langsung sekarang. Jadi itu butuh waktu mungkin sekitar paling cepat di awal September baru terasa penurunan harganya di Indonesia," kata Suhandri kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Jumat (21/7/2023).
Sementara itu, Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga daging sapi has (paha belakang) hari ini naik Rp65 jadi Rp143.902 per kg, sedangkan harga daging sapi murni (semur) turun Rp3.382 jadi Rp135.595 per kg.
Harga tertinggi daging sapi has di DKI Jakarta hari ini mencapai Rp170.000 per kg di Pasar Petojo Ilir.
Sementara, untuk harga rata-rata nasional di tingkat pedagang eceran, Panel Harga Badan Pangan mencatat, harga daging sapi murni hari ini turun Rp60 jadi Rp134.760 per kg. Harga tertinggi rata-rata nasional terjadi di Kalimantan Utara, mencapai Rp164.950 per kg
Harga daging sapi murni saat ini masih di atas harga rata-rata nasional eceran pada Juli 2022 yang tercatat di Rp133.670 per kg dan lebih mahal dari harga tertinggi tahun 2022 yang mencapai Rp134.780 per kg di Mei 2022.
Suhandri menjelaskan penyebab harga daging sapi di Indonesia tidak bisa langsung turun meski di Australia turun. Menurutnya hal itu karena karena butuh waktu dua minggu untuk waktu importasi, sementara pihak importir juga membutuhkan waktu untuk menghabiskan stok daging yang masih tersedia.
"Butuh waktu dua minggu untuk impornya, sementara kita juga ada stok yang lama juga, dan mungkin masih ada yang belum habis," ujarnya.
Suhandri menjelaskan, setiap importir di Indonesia pasti memiliki buffer stock untuk minimal dua bulan. Sebagai contoh, jika dia ada kebutuhan sebulan adalah 100 ton, maka yang akan diimpor sebanyak 300 ton, 100 ton untuk dijual, 200 ton untuk sebagai buffer stock.
"Jadi artinya, sekarang katakan sudah turun (harganya) di bulan Juli, dia akan impor untuk dua bulan ke depan, tapi stoknya ini kan yang buffer stock harus habis juga, jangan sampai caring," jelasnya.
(dce) Next Article Sempat Rekor, Harga Daging Sapi Australia Kini Turun