
Negara Tetangga RI Darurat, Pemberontakan di Depan Mata!

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Salah satu negara tetangga Indonesia, Myanmar tengah menghadapi konfrontasi antara kelompok milisi dan rezim junta militer yang berkepanjangan. Kelompok milis bahkan terus memperkuat basis massa dan daya tempur.
Salah satu kelompok milisi tersebut adalah Tentara Pembebasan Rakyat Bamar (BPLA) yang dipimpin mantan penyair Maung Saungkha. Institut Strategi dan Kebijakan yang berbasis di Myanmar memperkirakan BPLA memiliki sekitar 1.000 anggota.
Angka ini pun menjadikan kelompok itu sebagai salah satu milisi baru terbesar di negara itu. Kelompok ini pun mengaku telah memperoleh pelatihan dari sekutu dan pengalaman pertempuran di perbatasan negara.
Sebagian besar anggota BPLA ialah Bamar, kelompok etnis yang merupakan dua pertiga dari populasi dan mendominasi Myanmar Tengah. Lokasi itu merupakan tempat lembaga pemerintah berada. Para anggotanya pun mayoritas beragama Buddha.
Pertumbuhan BPLA banyak bergantung pada keterampilan Maung Saungkha dalam membangun hubungan dengan kelompok bersenjata lainnya. Sebelum kudeta, ia adalah seorang penyair yang sempat dipenjara karena sebuah syair mencela otoritas, yang kemudian menjadikannya aktivis terkenal.
"Rekam jejak itu telah memberi BPLA 'bobot ideologis'," kata Richard Horsey, penasihat senior Myanmar di lembaga pemikir Crisis Group, kepada Reuters, seperti dikutip Minggu (6/8/2023).
Meskipun memiliki pertumbuhan anggota kelompok yang pesat, Maung Saungkha dan pejabat politik BPLA, Yoe Bibi Min, mengakui perjuangan melawan junta tidak akan berlangsung dalam waktu dekat, karena kelompok itu menghadapi tantangan yang signifikan. Terutama terkait pendanaan kelompok itu.
Beberapa kelompok etnis bersenjata telah lama mengandalkan perdagangan narkoba untuk mendapatkan dana, menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan. Tetapi BPLA mengklaim satu-satunya pembiayaan berasal dari donasi, penjualan merchandise bermerek BPLA, dan buku puisi Saungkha.
Di sisi lain, langkah pemberontakan yang masih akan dilakukan dalam kurun waktu lama itu juga disebabkan masalah lain, seperti beberapa pasukan telah melarikan diri. Para anggota yang kabur itu mengaku telah merindukan rumah serta bosan dan lelah setelah dua tahun perang.
"Tahun ini, kaum revolusioner fana akan bergegas pulang...sekarang baru tahap kualifikasi. Masih banyak pertempuran di depan," katanya.
(pgr/pgr) Next Article Video: Militer Myanmar Jatuhkan Bom, 100 Orang Tewas