
Ancaman PHK di Industri Batu Bara Kian Nyata, ESDM Buka Suara

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) buka suara perihal ancaman Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) khususnya di sektor pertambangan batu bara. Hal tersebut mengutip laporan Global Energy Monitor seiring dengan maraknya dunia yang beralih dari penggunaan energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT)Â
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan tak menampik bahwa transisi energi bakal berdampak pada para pekerja di sektor tambang. Oleh sebab itu, pemerintah telah menyiapkan langkah antisipasi dalam menghadapi kondisi tersebut.
"Tidak dipungkiri kalau batu bara dikurangi berkurang juga tenaga kerjanya makanya kita siapkan di dalam JETP itu ada satu working group khusus yang membahas soal tersebut soal tenaga kerja," kata Dadan dikutip Kamis (12/10/2023).
Selain tenaga kerja, pemerintah juga menilai dengan beralihnya penggunaan ke energi bersih, maka dari sisi penerimaan negara juga akan mengalami penurunan. Apalagi selama ini realisasi penerimaan negara dari komoditas emas hitam ini juga cukup besar.
"Tidak hanya naker penerimaan negara juga turun, kan tidak dapat royalti dari batu bara produksi berkurang royalti jumlahnya berkurang pendapatan daerah juga berkurang ini masuk semua dalam kajian kita," kata dia.
Meski demikian, Dadan optimistis industri EBT ke depan juga akan lebih banyak membuka peluang pekerjaan. Misalnya seperti pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Kalau kita mengembangkan plts itu serapan nakernya lebih banyak, kalau kita hitung rantai produksi dari sampai pembangkit," ujarnya.
Sebelumnya, dalam laporan terbaru Global Energy Monitor, tercatat ada sebanyak 2,7 juta pekerja langsung ditambang batu bara yang beroperasi di seluruh dunia. Nah, pada tahun 2035 industri batu bara akan kehilangan hampir setengah juta pekerjaan itu, di mana dalam perkiraannya rata-rata 100 pekerja per hari di PHK.
Manajer Proyek Global Coal Mine Tracker, Dorothy Mei menyatakan transisi energi di dunia tak bisa menghindari adanya penutupan tambang-tambang batu bara di dunia, hal itu juga tentunya akan berdampak pada kondisi sosial para pekerjanya.
"Perencanaan transisi yang baik sedang dilakukan, seperti di Spanyol di mana negara tersebut secara rutin meninjau dampak dekarbonisasi yang sedang berlangsung. Pemerintah harus mengambil inspirasi dari keberhasilan mereka dalam merencanakan strategi transisi energi yang adil," jelasnya seperti dilansir Global Energy Monitor, dikutip Rabu (11/10/2023).
Laporan tersebut juga mengungkapkan sebagian besar pekerja ini berada di Asia yakni sebanyak 2,2 juta pekerjaan. Adapun negara yang menghasilkan batu bara terbesar di dunia seperti China dan India diperkirakan akan menanggung dampak terbesar dari penutupan tambang batu bara.
China memiliki lebih dari 1,5 juta penambang batu bara yang memproduksi lebih dari 85% batu baranya, yang menyumbang setengah produksi dunia. Provinsi Shanxi, Henan, dan Mongolia Dalam memproduksi lebih dari seperempat batu bara dunia dan mempekerjakan 32% tenaga kerja pertambangan global mencapai 870.400 orang.
India, produsen batu bara terbesar kedua di dunia, memiliki jumlah tenaga kerja sekitar setengah dari luas provinsi Shanxi di China. Negara ini secara resmi mempekerjakan sekitar 337.400 penambang di tambang yang beroperasi.
Bahkan, salah satu perusahaan batu bara di India yakni Coal India, menghadapi potensi PHK terbesar yaitu 73.800 pekerja langsung pada tahun 2050.
(pgr/pgr) Next Article 'Kiamat' Batu Bara Menjauh, Ini Bukti Terbarunya..
