²©²ÊÍøÕ¾

Peneliti BRIN Ungkap Petaka Bikin Kota Ini Panas Mendidih

Damiana, ²©²ÊÍøÕ¾
12 October 2023 18:10
Ilustrasi panas matahari (Dok: Freepik)
Foto: Ilustrasi panas matahari (Dok: Freepik)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Akhir-akhir ini Semarang jadi perbincangan karena suhu di ibu kota provinsi Jawa Tengah ini dilaporkan panas terik. Bahkan suhu di Semarang sempat  mencapai 38 derajat Celcius.

Lalu apa pemicu cuaca panas di Semarang?

Peneliti Klimatologi Pusat Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menjelaskan, kondisi suhu di Semarang saat ini adalah efek perubahan iklim.

Menurut Erma, dengan suhu saat ini, menjadikan Semarang sebagai kota besar terpanas di utara Jawa. Dibandingkan dengan suhu di Jakarta dan Surabaya, yang posisinya juga sama-sama terletak di utara Jawa.

"Saya membandingkan 3 kota besar ini dengan asumsi mereka dalam kondisi yang sama, tergolong sebagai kota megapolitan dan juga memiliki problem yang sama. Dari segi jumlah penduduk, kota berbasis industri dan transportasi yang masif," kata Erma kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (12/10/2023).

"Dengan asumsi demikian, seharusnya suhu di Semarang, Surabaya, dan Jakarta ini peningkatannya sama. Tapi ternyata tidak. Ketiga kota ini memiliki respons yang berbeda terhadap efek perubahan iklim," jelasnya.

Erma menerangkan, jika dibandingkan suhu bulan Oktober saat ini dengan bulan Oktober 2019, yang sama-sama mengalami fenomena El Nino, suhu di kota Semarang terpantau konsisten jadi yang tertinggi.

Di antara ketiga kota tersebut, suhu maksimum di Semarang bahkan tercatat melampaui 37 derajat Celcius pada Oktober 2019 lalu. Tepatnya 37,4 derajat Celcius.

"Itu adalah suhu maksimum di kota Semarang dengan kondisi El Nino. Sementara di Jakarta dan Surabaya tercatat paling tinggi hanya 35 derajat Celcius," ujarnya.

"Dan pada Oktober tahun ini, kondisinya sama, ada efek El Nino. Suhu maksimum di Semarang tercatat pernah mencapai 37,8 derajat Celcius. Artinya ada peningkatan suhu maksimum. Sedangkan di 2 kota lainnya tidak terjadi," papar Erma.

Hal itu, kata Erma, menunjukkan efek perubahan iklim di ketiga kota tersebut berbeda.

"Ini yang mau saya garisbawahi. Bahwa meski ketiga kita ini berada di latitude yang sama, posisi lintang sama, kota dataran rendah di utara pulau Jawa, tapi ternyata merespons perubahan iklim dengan problem berbeda. Ini kaitannya juga dengan El Nino ya," terangnya.

"Respons perubahan iklim di Jakarta adalah dengan problem kualitas udara yang menurun. Sudah pasti akibat adanya peningkatan aerosol. Sementara di Surabaya problemnya adalah kekeringan ekstrem," pungkas Erma.


(dce/dce) Next Article Peneliti BRIN Ungkap Tanda-tanda Efek Ngeri Perubahan Iklim

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular