Industri Iklan Teriak, Rp9 T Bisa Hilang Efek RPP Kesehatan

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Asosiasi di Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan dan Penyiaran mengungkapkan ketentuan soal iklan rokok dalam draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan (RPP Kesehatan) memberatkan kelangsungan industri periklanan dan kreatif di dalam negeri.
Bahkan akibat aturan itu, keberlangsungan industri kreatif dan penyiaran serta tenaga kerjanya akan terancam jika aturan itu diberlakukan. Termasuk perputaran bisnis iklan bernilai triliunan rupiah. Hal itu disampaikan dalam surat Sekretariat bersama Asosiasi bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran, yang dikirimkan kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.
Surat itu diteken oleh pengurus/ perwakilan 6 asosiasi, yaitu Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Indonesian Digital Association (IDA), Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI), dan Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII)
Surat, tanggal 9 November 2023.
Surat itu memuat masukan resmi asosiasi terkait draf RPP Kesehatan.
"Kami mendukung dituangkannya pelaksanaan dalam RPP dan ingin menyampaikan masukan berdasarkan beberapa penelaahan yang kami lakukan di mana beberapa pasal dalam RPP tersebut sangat berdampak terhadap kelangsungan industri periklanan dan kreatif," tulis Asosiasi dalam suratnya, dikutip Kamis (16/11/2023).
Disebutkan, beberapa pasal dalam RPP Kesehatan yang memberatkan adalah:
1. Iklan televisi yang waktu siarannya makin sempit dari semula 21.30-05.00 menjadi 23.00-03.00. waktu setempat
2. - Larangan total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang.
  - Larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir
3. Larangan peliputan tanggung jawab sosial (CSR).
"Larangan total iklan pada berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif. Produk tembakau adalah komoditas legal dan berhak berkomunikasi dengan target konsumen dewasa. Untuk itu Industri Kratif Nasional menolak poin larangan total iklan produk tembakau yang diusulkan dalam berbagai regulasi (Revisi PP 109/2012 dan RUU Penyiaran," tulis Asosiasi.
Pertimbangannya adalah karena iklan produk tembakau bernilai lebih dari Rp9 triliun, termasuk dalam 10 besar kontributor belanja iklan media di Indonesia, mengutip data TV Audience Measurement Nielsen.
"Sementara kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun," sebut Asosiasi.
"Rencana pelarangan total iklan pada pasal pengamanan zat adiktif RPP Kesehatan akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, periklanan, serta
media-media yang menggantungkan pemasukannya dari penerimaan iklan dan promosi seperti TV, digital, dan media luar ruang," tulis Asosiasi.Â
Akibatnya, akan berdampak terhadap keberlangsungan usahanya dan nasib tenaga kerja yang menggantungkan pekerjaannya kepada mata sektor tersebut.
"Iklan produk tembakau pada berbagai jenis media saat ini telah diatur secara komprehensif pada PP No 109/2012, serta ketentuan tentang iklan produk tembakau juga diatur detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Keduanya dipatuhi secara disiplin oleh pelaku ekonomi kreatif," tulis Asosiasi.
"Kami terbuka diskusi proses penyusunan kebijakan agar tidak merugikan para pelaku industri kreatif serta tepat sasaran dalam mendukung upaya pemerintah. Dan, berharap agar dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan yang akan berdampak terhadap industri kreatif," sebut Asosiasi.
(dce) Next Article Ini Beda Aturan Iklan Rokok di PP Tembakau Vs RPP Kesehatan
