
Pasar Mobil RI Beri Kabar Buruk, Ini 5 Penyebab Utama

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Industri otomotif RI tengah mengalami perlambatan. Terbukti, penjualan mobil wholesales nasional bulan Oktober 2023 tercatat truun 13,9% atau 12.923 unit menjadi 80.271 unit dibandingkan Oktober 2023 yang tercatat mencapai 93.194 unit.
Secara bulanan, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat penjualan mobil bulan Oktober 2023 naik tipis 352 unit atau 0,44%.
Dan, secara akumulatif, penjualan mobil nasional periode Januari-Oktober 2023 juga lebih rendah 1,80% dibandingkan akumulasi Januari-Oktober 2022. Yaitu, dari 851.399 unit menjadi 836.049 unit.
Sejak awal tahun 2023, penjualan bulan Oktober adalah terendah ketiga. Di mana, penjualan paling rendah sejak awal tahun ini tercatat di bulan Mei dengan hanya 58.981 unit, lalu disusul bulan September dengan angka 79.919 unit.
Lalu apa penyebab kinerja penjualan mobil nasional di bawah pencapaian tahun 2022?
Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, kinerja penjualan yang anjlok hampir 14% secara tahunan di bulan Oktober 2023 ini mengindikasikan perlambatan industri otomotif di Indonesia. Kondisi ini, ujarnya, dapat berimplikasi pada perekonomian secara keseluruhan.
Dia menjelaskan, penjualan mobil di Indonesia dipengaruhi oleh kualitas produk, harga, promosi, persepsi konsumen, kebijakan pemerintah dan berbagai variabel makroekonomi lainnya.
"Faktor-faktor ini merupakan interaksi kompleks antara persepsi konsumen, kondisi ekonomi, dan strategi pemasaran yang jitu. Gabungan hal ini lah yang menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat dalam membeli mobil," katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Senin (27/11/2023).
Dia pun merangkum 5 faktor utama penyebab penurunan penjualan mobil di Indonesia pada tahun 2023 ini.
"Pertama, terjadi pola periodik di mana konsumen cenderung menunda pembelian mobil. Bisa jadi banyak konsumen memilih menunggu event sales akhir tahun, yang menawarkan promosi dan diskon, untuk melakukan pembelian," ujarnya.
Kedua, lanjutnya, data BPS menunjukkan adanya penurunan pertumbuhan ekonomi yang konsisten di bawah 5% selama beberapa bula. Hal ini, imbuh dia, mengisyaratkan adanya potensi Indonesia mulai memasuki periode perlambatan ekonomi yang cukup dalam akibat imbas dari kekacauan global saat ini.
"Dan hal ini tampaknya mulai memengaruhi daya beli konsumen," katanya.
"Ketiga, untuk mengantisipasi situasi di atas, Bank Indonesia secara tak terduga menaikkan suku bunga acuannya dari 5,75% menjadi 6,00%, bertentangan dengan ekspektasi mayoritas pelaku pasar yang mengantisipasi suku bunga akan tetap," tambah Yannes.
Faktor keempat, paparnya, efek Pemilu 2024. Sama seperti situasi menjelang Pemilu sebelumnya, kata dia, biasanya sekitar 6 bulan sebelum Pemilu selalu diawali dengan dinamika ketidakpastian politik dan fokus pada kampanye pemilu.
"Ini menggoyang keyakinan konsumen dan dapat memengaruhi keputusan pembelian produk otomotif," terangnya.
"Untuk Indonesia ini tampaknya sudah menjadi pola periodik lima tahunan," cetusnya.
Faktor kelima, lanjutnya, kenaikan harga BBM yang sering kali menyebabkan inflasi pada harga barang dan jasa lainnya.
"Hal ini jelas pada awalnya dapat memengaruhi daya beli konsumen secara keseluruhan, termasuk dalam decision making untuk pembelian mobil baru. Mereka perlu beradaptasi sejenak dengan perubahan yang terjadi. Walaupun tampaknya, belum ada rencana penyesuaian harga mobil oleh Gaikindo karena kenaikan harga BBM," sebut Yannes.
(dce/dce) Next Article Leasing Targetkan Kredit Kendaraan Terbang 25%, Ini Alasannya
