²©²ÊÍøÕ¾

Curhat Pengusaha Hotel, Pajak Hiburan Naik Bikin Daya Beli Ambruk

Martyasari Rizky, ²©²ÊÍøÕ¾
17 January 2024 12:42
Ilustrasi Check in Hotel (Photo: Mikhail Nilov via Pexels)
Foto: Ilustrasi Check in Hotel (Photo: Mikhail Nilov via Pexels)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kenaikan tarif  pajak hiburan 40%-75% menjadi perdebatan panas dan memicu kekhawatiran pelaku industri hiburan di Indonesia. Sebab, kenaikan tarif pajak itu akan memicu sepinya permintaan di industri hiburan. Hal ini sejalan karena biaya yang dikeluarkan oleh para konsumen akan menjadi lebih tinggi, sehingga menyebabkan turunnya tingkat daya beli konsumen.

Tarif pajak hiburan diatur dalam Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni tanggal 5 Januari 2022. Besaran pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, sebetulnya permasalahan yang ada pada kenaikan tarif pajak hiburan ini bukan hanya dari sisi ekonomi saja, tetapi pajak itu seyogyanya ditetapkan berdasarkan kemampuan dari wajib pajak (WP) itu sendiri.

"Kita lihat dari apa yang ditetapkan dalam Undang-undang No.1/2022 tersebut, bahwa pajak itu minimalnya dimulai dari 0% bukan dari 40%. Seyogyanya pajak itu kan dia harus bisa ditetapkan berdasarkan kemampuan dari wajib pajaknya," kata Maulana kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Rabu (17/1/2024).

"Jadi kalau dalam hal ini pajak daerah, setiap kepala daerah itu akan melihat kondisi ekonomi di daerahnya masing-masing. Lah kalau ditetapkan minimal 40% kan sudah dianggap semua daerah itu sudah maju. Harusnya kan mulai dari 0%," lanjutnya.

Maulana memberikan contoh, di mana pajak hotel itu ditetapkan mulai dari 0%-10%, sehingga untuk daerah-daerah tertentu yang belum bisa dikatakan maju, pemerintah daerah dapat menetapkan pajak di bawah 10%.

"Karena pemerintah daerahnya menimbang bahwa kondisi daerahnya belum pas untuk dipungut, mungkin hanya 5% saja atau mungkin mereka menerapkan tidak dipungut. Tapi kalau kita sudah mulai 40%, yang satu-satunya bisa dilakukan adalah kalau dia turun kan turun sementara, turunnya paling minimal 40% saja," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah terlihat aneh dalam menetapkan kenaikan dari tarif pajak hiburan 40%-75% ini. "Pemerintah yang hanya mengejar peningkatan pendapatan daerah atau negara itu hanya dari peningkatan nilai pajak, bukan dari peningkatan WP nya atau wajib pajak nya yang meningkat," tukas dia.

"Kalau sekarang kan yang dikejar hanya WP tertentu saja yang dinaikkan, sehingga dampaknya adalah pajak itu lama-lama akan terus meningkat tanpa mengejar orang yang belum bayar pajak," imbuhnya.


(dce) Next Article Video: Dibebani Pajak 40%-75%, Gulung Tikar & PHK Ancam Bisnis Hiburan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular