²©²ÊÍøÕ¾

Bos Toko Ramal Mal yang Ada di RI Bakal Sepi, Ini Biang Keroknya

Ferry Sandi, ²©²ÊÍøÕ¾
29 January 2024 15:20
Warga melewati toko-toko kosong di Mal Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (6/6/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Foto: Warga melewati toko-toko kosong di Mal Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (6/6/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

Jakarta ²©²ÊÍøÕ¾ - Pengusaha ritel dan pusat perbelanjaan atau mal menyatakan kebijakan impor yang diimplementasikan untuk barang branded berdampak pada sektor-sektor tertentu, dan mengakibatkan banyak peluang menjadi hilang. Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai peluang ekspansi ke berbagai wilayah di Indonesia hilang begitu saja lantaran banyak toko-toko yang menjual barang branded mulai kosong dan kehabisan stok.

Ketua Umum Hippindo Budihardjo menyebut stok barang-barang dari produk branded di pusat perbelanjaan kosong karena ada aturan yang menyulitkan dalam mengimpor barang-barang branded tersebut yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023. Ini menyebabkan penyewa mal berkurang akibat banyak retailer yang menunda atau membatalkan membuka usaha. Mal pun kian sepi.

"Peluang di mal sejak Covid udah mulai pulih, tapi banyak teman-teman yang non F & B seperti fashion tas, sepatu kan kita di mal gak semua pemain lokal, ada yang pemain merk global, mereka sudah memenuhi persyaratan, peraturan untuk membuka toko ini, yang kasihan jadi mereka sudah penuhi semua peraturan barangnya banyak kosong," katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, Senin (29/12/2024).

Barang dari merk branded yang sulit diimpor kebanyakan berada di range harga jutaan hingga ratusan juta. Hal itu terjadi karena pengetatan barang impor dari luar negeri.

"Salah satunya merk itu (Louis Vuitton-Coach) dan ada merk luar yang menengah harganya masih Rp 1 jutaan Zara, H&M, Muji di Indonesia sudah tutup, di luar masih banyak dan dibeli banyak sama orang Indonesia," sebut Budihardjo.

Ia menilai di Malaysia dengan merk sejenis justru memiliki stok lebih lengkap serta harganya lebih murah, sedangkan di Indonesia menampilkan barang lama serta harga yang lebih mahal. Alhasil, banyak warga Indonesia dan memilih belanja di luar negeri.

Warga melewati toko-toko kosong di Mal Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (6/6/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)Foto: Warga melewati toko-toko kosong di Mal Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (6/6/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)
Warga melewati toko-toko kosong di Mal Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (6/6/2023). (²©²ÊÍøÕ¾/Tri Susilo)

"Jadi kenapa gak dibikin di sini aja supaya orang gak keluar negeri beli? Tapi di sini harus lengkap dan murah, ujungnya devisa negara ke luar negeri, uang kita gak dibelanjain di luar. Kalau belanja di dalam negeri walau barang luar harus ada, jadi turis luar negeri belanja jadi kita melihat pemerintah gak rebutan turis," katanya.

Padahal, potensi menggarap pasar di segmen market menengah ke atas juga besar. Budihardjo menilai barang branded itu memiliki pangsa pasar kalangan menengah ke atas sehingga tidak akan mengganggu pasar menengah ke bawah. Untuk itu, dia berharap peraturan-peraturan yang mempersulit impor yang legal dipermudah, supaya bisnis tetap berkembang. 

"Kita dukung barang lokal tapi kita ada pasar 10% orang kaya banget biarin aja kita garap juga, 60% menengah merk lokal kita banyakin," ujar Budihardjo.


(fys/wur) Next Article Anggaran Kemendag Baru Terserap 55%, Rp 89 Miliar Kena Blokir

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular