
Tegas! ESDM Minta PBBKB 10% Ditunda, Jika Tidak Ini yang Terjadi

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta implementasi dari kebijakan kenaikan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) khususnya di DKI Jakarta dari sebelumnya 5% menjadi 10% ditunda.
Hal itu seperti yang dikatakan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji. Dia mengatakan kenaikan PBBKB khususnya di DKI Jakarta bisa berimbas pada berbagai permasalahan yang bisa timbul di lapangan. Setidaknya, penundaan tersebut hingga masa Pemilu Presiden RI pada 14 Februari 2024.
"Jadi kami betul-betul, dan kami siap memberikan saran-saran apa yang mungkin timbul. Jadi kami harapkan untuk coba dilihat betul implikasinya karena kita juga mendekati tanggal 14 Februari (masa Pemilu)," ungkap Tutuka kepada ²©²ÊÍøÕ¾ dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (31/1/2024).
Lantas apa yang akan terjadi bila implementasi aturan anyar kenaikan PBBKB DKI tidak ditunda?
Tutuka mengatakan pihaknya menilai kenaikan PBBKB khususnya di DKI Jakarta bisa berimbas pada berbagai permasalahan yang bisa timbul di lapangan. Pertama, hal itu dikarenakan para Badan Usaha (BU) niaga BBM belum menyiapkan diri secara menyeluruh.
"Kan harus ada dispenser SPBU untuk mengucurkan ke dalam kendaraan, itu kan beda antara pribadi dengan umum. Tangkinya juga beda. Sehingga ada masalah teknis," ujarnya.
Kedua, terdapat permasalahan sosial yang mana kenaikan PBBKB khususnya di DKI Jakarta tersebut belum dilakukan sosialisasi kepada masyarakat secara luas. Hal itu juga berkenaan dengan peraturan PBBKB yang saat ini berbeda-beda di setiap daerah. "Kemudian ada masalah sosial juga karena belum tersosialisasi jadi beda dengan Perda satu dengan Perda lainnya bisa menimbulkan masalah lainnya," tambahnya.
Terakhir, dia menilai bahwa terdapat perbedaan nantinya pada wajib pajak dengan wajib pungut berbeda dengan Undang-undanga yang berlaku saat ini. Dengan begitu, Tutuka mengatakan implikasi di lapangan harus dicermati betul-betul. "itu akan kita sampaikan kepada ketua kementerian, kita juga berikan pada pemerintahan terkait ini bisa menimbulkan hal yang tidak lancar," tandasnya.
Harga BBM Naik dan Inflasi
Tutuka Ariadji menambahkan bahwa pihaknya sudah menghitung terkait dampak dari naiknya PBBKB DKI Jakarta menjadi 10% ke harga BBM non subsidi.
Yang jelas. "Ini akan menimbulkan kenaikan batas harga atas. Tentunya badan usaha niaga akan meningkatkan BBM-nya karena margin mereka akan tergerus dengan margin pajak, sehingga kemungkinan. yang terjadi itu dan akan menimbulkan kenaikan harga di masyarakat dan tentunya akan berakibat ke inflasi dan seterusnya," ungkap Tutuka kepada ²©²ÊÍøÕ¾ dalam Energy Corner, Selasa (30/1/2024).
Tutukan bahkan menegaskan, bahwa kenaikan harga BBM non subsidi akan berpengaruh meskipun harga minyak mentah dunia mengalami penurunan.
Tutuka mensimulasikan, saat itu harga BBM non subsidi (misal Pertamax) pada kondisi Februari 2024, harga untuk HCE 5% itu sebesar Rp13.556 per liter. Dengan PBBKB 10% harganya menjadi Rp14.130.
"Jadi ada kenaikan kan yang cukup signifikan untuk masyarakat kalau kita melihat. Nah ini kita belum pernah sampaikan juga tentang batas atas itu. Tentang subsidi itu saya kira tidak berpengaruh karena harga subsidi kan tetap ya," ungkap Tutuka.
Seperti diketahui, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PBBKB naik menjadi 10%, dari sebelumnya 5%. Dalam pasal 23 Perda anyar ini disebutkan bahwa dasar pengenaan PBBKB merupakan nilai jual PBBKB sebelum dikenakan pajak pertambahan nilai.
Nah, di Pasal 24 disebutkan bahwa: 1. Tarif PBBKB ditetapkan sebesar 10%. 2 Khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum ditetapkan sebesar 50% dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi.
Itu artinya tarif PBBKB yang terbaru sebesar 10% naik dari aturan yang ada sebelumnya di Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2010 tentang Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Dalam Perda 10/2010 ini tarif PBBKB ditetapkan hanya 5%.
"Besaran pokok PBBKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dengan tarif PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24," sebut poin 1 Pasal 25 Perda 1/2024.
"Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan," tulis Pasal 118 Perda 1/2024 yang diteken Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 5 Januari 2024.
(pgr/pgr) Next Article Harga BBM 1 Februari Siap-Siap Naik, ESDM Blak-Blakan!