
Kiamat Rudal Houthi ke Kapal Laut Merah Nyata, Dunia Rasakan Akibatnya

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Aksi milisi Yaman Houthi yang melakukan serangan terhadap beberapa kapal dagang di Laut Merah telah menimbulkan efek global yang tajam. Ini disebabkan vitalnya jalur pelayaran itu dalam sistem perdagangan internasional.
Berdasarkan analisis data terbaru dari perusahaan pengamatan kendaraan laut dan udara, Xeneta, gangguan tersebut telah mencapai klimaksnya di rute perdagangan global utama. Tercatat, tarif pada rute dari Asia ke Eropa dan Mediterania mengalami puncak kenaikan meski turun sedikit saat ini sementara harga perdagangan dengan tujuan Amerika Serikat (AS) masih meningkat.
Harga kontainer berukuran empat puluh kaki, yang berasal dari Asia Timur ke Mediterania per kontainer berukuran 40 kaki, ditetapkan sebesar US$ 5.950 (Rp 94 juta). Pada jalur perdagangan dari Asia ke Eropa Utara, tarif untuk kontainer ukuran 40 kaki ditetapkan sebesar US$ 4.820 (Rp 76 juta).
"Berdasarkan fakta bahwa kenaikan tarif secara umum pada bulan Februari ... perusahaan angkutan laut terpaksa melakukan negosiasi dengan pihak pengirim barang," kata Emily Stausbøll, analis pasar Xeneta kepada ²©²ÊÍøÕ¾ International, Kamis (1/2/2024).
Diketahui, sudah beberapa bulan Houthi melancarkan serangan terhadap kapal-kapal yang terafiliasi atau terkait dengan Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap milisi Palestina, Hamas, dan warga Gaza. Balasan AS dn Inggris dengan menyerang Yaman menjadikan kapal-kapal milik keduanya pun "sah" menjadi target gempuran Houthi saat ini.
Beberapa raksasa perkapalan dunia seperti Maersk, Mediterranean Shipping Company (MSC), Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) memilih untuk menghindari perairan Laut Merah dan Terusan Suez, yang mengakomodir 15% perdagangan dunia, akibat serangan Houthi. Mereka memutar ke Afrika, menimbulkan biaya lebih mahal dan waktu lebih lama.
Disebut pula, bagaimana beberapa perusahaan memindahkan pengiriman dengan jalur udara. Ini pun membuat harga melonjak signifikan.
"Setiap pengirim akan terkena dampak yang berbeda-beda," jelas analis Xeneta, Peter Sand.
"Itulah yang menciptakan begitu banyak ketidakpastian di pasar karena ini bukanlah situasi yang bisa diterapkan untuk semua," tegasnya.
"Semua orang menyalahkan semua orang saat ini, dan hal ini normal dalam situasi ketika ada begitu banyak ketidakpastian di pasar," tambahnya.
Mengingat krisis ini, ia pun berujar perlu membangun jaringan pelayaran baru untuk mengatasi gangguan yang disebabkan oleh pengalihan jalur dari Terusan Suez tersebut. Ini bisa membuat tekanan harga barang, yang otomatis naik karena krisis ini, berkurang.
Sebelumnya karena krisis Laut Merah, Sea-Intelligence mengatakan rata-rata penundaan kedatangan kapal yang telah "memburuk". Ini meningkat 0,30 hari dari bulan ke bulan menjadi 5,35 hari.
"Pada akhirnya, konsumenlah yang akan paling menderita karena kenaikan tarif peti kemas laut yang signifikan dibebankan kepada konsumen," tambah analisis Xeneta.
Hal sama juga dikatakan Resilinc, sebuah perusahaan pemetaan rantai pasokan, penginderaan gangguan, dan analisis. Perusahaan mengatakan dampak krisis Laut Merah sudah sangat terasa dari perspektif rantai pasokan.
"Organisasi yang berkantong tebal akan mengatasi gangguan ini dengan hasil yang lebih baik," kata CEO dan salah satu pendiri Resilinc, Bindiya Vakil.
"Dampak dari pembatalan atau penundaan pesanan dan peningkatan biaya akan dirasakan oleh perusahaan-perusahaan kecil dan pemasok di tingkat bawah rantai pasokan," tambahnya.
(sef/sef) Next Article AS Murka! Hancurkan 3 Kapal Pemberontak di Laut Merah
