
Target Investasi RI Terancam, Ini Biang Keroknya

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pemerintah menetapkan target investasi pada 2025 sebesar Rp 1.750 triliun, naik dari target pada 2024 sebesar Rp 1.650 triliun. Namun, laju pertumbuhan target itu hanya 6,06%. Jauh lebih lambat dari kenaikan target 2024 yang tumbuh 17,87%, karena pada 2023 targetnya Rp 1.400 triliun.
Target investasi yang tumbuh dua digit juga terjadi untuk periode dari 2022 ke 2023, yakni sebesar 16%. Sebab pada 2022 targetnya Rp 1.200 triliun.
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, potensi melesetnya target investasi 2025 memperhitungkan perlambatan ekonomi global.
"Karena sebenarnya global itu kan juga mengalami perlambatan sebenarnya, kita saja yang sangat bagus, terutama 2024-2025 ini akan sangat bagus, jadi kita sudah hitung proyeksi globalnya saja," ujar dia di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Dengan target investasi 2025 itu, Susiwijono mengatakan, pemerintah saat ini ingin fokus menggaet investasi dari sektor manufaktur yang menopang industrialisasi dan hilirisasi.
"Sebenarnya kita ingin dorong di industri manufaktur ya, utama yang industrialisasi, hilirisasi, pasti akan besar di sana, karena sharenya ke PDB paling tinggi adalah industri manufaktur, sehingga kita secara pragmatis kalau ingin mendorong ekonomi kita secara signifikan di situ," tegas Susiwijono.
Terkait potensi melemahnya ekonomi global pada 2024, imbuh dia, ada enam aspek yang akan menahan laju perekonomian pada tahun ini.
"Kalau kita lihat sampai hari ini dihadapkan risiko ketidakpastian global," kata Susiwijono dalam acara Economic Outlook 2024 ²©²ÊÍøÕ¾, Kamis (29/2/2024).
Enam faktor penekan perekonomian atau downside risk itu di antaranya tensi geopolitik yang masih panas, hingga pelemahan ekonomi China dan negara mitra utama lainnya.
Lalu, volatilitas harga komoditas, diikuti masih ketatnya kebijakan moneter negara maju, fragmentasi geo-ekonomi, hingga permasalahan perubahan iklim seiring dengan adanya tantangan dari sisi digitalisasi dan bonus demografi.
"Ini menyebabkan indeks economic policy uncertainty masih tinggi, dan volatility index kecenderungannya mengalami penurunan dipengaruhi berbagai ketidakpastian ini," ucap Susiwijono.
"Ini kira-kira yang kita hadapi beberapa tahun ke depan," tegasnya.
Dengan berbagai permasalahan itu, ia mengatakan, beberapa lembaga internasional masih memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global masih akan bergerak di bawah proyeksi kinerja pada 2023.
Misalnya, Bank Dunia kata dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 2024 hanya tumbuh 2,4% sedangkan tahun sebelumnya 2,6%. Lalu IMF tetap di level 3,1%, dan OECD 2,7% dari perkiraan untuk 2023 sebesar 2,9%.
(dce) Next Article Manufaktur Raup Investasi Rp3.031 T, Hilirisasi Jokowi Berhasil?
