²©²ÊÍøÕ¾

RI Minta Ilmu Tanam Padi ke China! Ternyata Dulu Pernah, Hasilnya Gini

Damiana, ²©²ÊÍøÕ¾
24 April 2024 07:20
Ilustrasi petani menanam padi. (Dok. Freepik)
Foto: Ilustrasi petani menanam padi. (Dok. Freepik)

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Pada pertemuan ke-4 High-Level Dialogue and Cooperation Mechanism (HDCM) dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi beberapa waktu lalu, Luhut meminta China melakukan transfer teknologi terutama bidang pembibitan padi.

Tujuannya, agar Indonesia tak lagi melulu impor beras dan sukses mencapai swasembada beras.

Lalu bagaimana peluang kerja sama ini akan sukses nantinya?

Pengamat Pertanian Khudori mengatakan, rencana mengintroduksi teknologi padi dari China atau belajar teknologi padi dari China baik-baik saja.

Namun, ujarnya, mengintroduksi sistem usaha tani, seperti menghadirkan benih dari negara lain, termasuk dari China, tidak selalu jadi solusi baik, cespleng, dan langsung bisa diaplikasikan. Pasti membutuhkan adaptasi, baik iklim/cuaca, sifat tanah, dan hama penyakit.

"Proses adaptasi bisa lama bisa pendek. Dan tak selalu berhasil. Bisa juga mengalami kegagalan," katanya kepada ²©²ÊÍøÕ¾, dikutip Rabu (24/4/2024).

"Lebih dari itu, untuk proses adaptasi seperti ini pasti membutuhkan input dari ahli-ahli lokal agar berhasil. Tanpa keterlibatan ahli-ahli lokal, peluang gagal cukup besar," tambah Khudori.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan salah satu perbedaan Indonesia dengan China: Negeri Tirau Bambu ini adalah negara dengan 4 musim. Sementara Indonesia negara dengan dua musim.

"Perbedaan ini bakal memengaruhi karakter budidaya, karakter tanah, perilaku iklim/cuaca juga berbeda. Ahli di China bisa saja jagoan dalam pertanaman padi di sana, tapi ketika teknologi serupa diterapkan di Indonesia belum tentu berhasil. Hal ini mesti disadari para pengambil kebijakan," tukasnya.

"Wapres Jusuf Kalla pada 2007 pernah ke China dan kepincut dengan benih hibrida China. China memang tersohor soal ini karena di sana ada pengembangan/penemu benih hibrida yang termasyhur di dunia, Yuang Longping. Produktivitas padi diklaim bisa 16 ton/ha. Bahkan pada saat itu ada kerja sama perusahaan China dengan perusahaan Indonesia di bidang perbenihan," tuturnya.

Sayang, hal itu menghadapi kegagalan.

Sebab, belakangan diketahui, setelah benih padi hibrida yang diimpor dan dibagikan sebagai bagian dari bantuan benih kepada petani di dalam negeri, hasilnya tidak menggembirakan.

"Di beberapa tempat padi hibrida yang ditanam petani terserang penyakit. Ini menandakan, tidak mudah mengintroduksi sistem usahatani, benih salah satunya. Pasti butuh inovasi tambahan. Inovasi ketahanan penyakit misalnya," ujarnya.

Khudori menambahkan, produktivitas padi di China memang tinggi, bahkan mengalahkan Indonesia.

Tapi, katanya mengingatkan, produktivitas padi petani Indonesia jauh meninggalkan petani Vietnam, dan Thailand.

"Indonesia hanya kalah dari China. Produktivitas di China tinggi karena lebih dari separuh benih yang ditanam benih padi hibrida. Sebaliknya, benih padi hibrida di Indonesia masih kecil porsinya," paparnya.

"Problem pertanian padi di Indonesia adalah biaya usahatani yang mahal. Terutama untuk sewa lahan dan biaya tenaga kerja. Dua pos itu sekitar 75-80% dari total produksi biaya usatahani. Ini yang membuat harga padi/beras Indonesia mahal dan tak kompetitif dengan Thailand atau Vietnam," terangnya.

Dia pun mengatakan, teknologi dari China itu belum tentu akan bisa menurunkan biaya sewa lahan dan tenaga kerja yang ditanggung usahatani di Indonesia.

Di sisi lain, dia mengatakan, rencana introduksi ini harus melecut semua pihak agar berbenah.

"Inisiatif-inisiatif lokal, baik oleh para ahli, petani maupun yang lain untuk terus memperbaiki pertanian padi sebaiknya terus didorong," katanya.

"Terkait benih, penting bagi pemerintah untuk membangun ekosistem yang memungkinkan tumbuh-kembangnya benih yang baik. Salah satunya adalah penetapan harga yang rasional. Benih yang baik pasti harganya mahal. Kalau penetapan harganya tidak rasional seperti sekarang, yang terjadi adalah benih yang tak terjamin alias 'abal-abal'. Petani dirugikan," pungkas Khudori.


(dce/dce) Next Article Jangan Beras, Pengusaha Minta Pemerintah Buka Terbatas Impor Padi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular