
Ekonomi Global Ringkih, Krisis di Depan Mata?

Jakarta, ²©²ÊÍøÕ¾ - Ekonomi global penuh dengan tantangan pada tahun ini karena banyak potensi risiko yang bisa menekan laju pertumbuhannya ke depan. Namun, tim ekonom Bank Mandiri memastikan, kerentanan ekonomi dunia ini tidak akan sampai menyebabkan dunia resesi.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, ini karena laju kinerja ekonomi berbagai negara cenderung tidak ada yang jatuh drastis, menyebabkan probabilitas resesinya mengecil, khususnya untuk negara-negara maju dengan kapasitas ekonomi besar seperti Amerika Serikat dan China.
"Jadi apakah besarnya tekanan ekonomi yang ada sekarang perekonomian global menuju resesi? Probabilitias resesinya malah jauh berkurang dari perkiraan pada 2023," kata Andry saat konferensi pers secara daring, Kamis (14/5/2024).
Andry mengatakan, proyeksi laju pertumbuhan ekonomi AS misalnya masih akan terus bertahan di kisaran atas 1% meski trennya terus menurun. Pada 2024 proyeksi 2,7%, lalu 2025 menjadi 1,5%, dan berlanjut hingga 2028 ke level 1,3%. Tidak ada proyeksi pertumbuhannya terkontraksi.
Demikian juga untuk China yang diperkirakan hanya tumbuh 4,6% pada 2024, lalu secara gradual turun secara perlahan ke level 4,1% pada 2025-2026, dan pada 2028 akan bergerak ke level 3,4%.
Sementara itu, zona Eropa juga malah akan terus mengalami pertumbuhan yang solid dari proyeksi 2024 hanya tumbuh 0,5%, menjadi 1,9% pada 2025 dan baru terus mengalami perlambatan hingga pada 2028 akan bergerak ke level 1,5%.
"Jadi kita bisa melihat bahwa pertumbuhan ekonominya lebih cenderung slowing down bukan resesi," tegas Andry.
Adapun berbagai risiko yang membuat perekonomian global masih akan terus tertekan ke depan, kata dia masih dipicu oleh berbagai tekanan konflik geopolitik. Di antaranya perang di Timur Tengah serta Rusia dengan Ukraina yang akan terus mengganggu harga-harga komoditas serta biaya logistik.
Lalu, risiko yang konflik China-Taiwan menurutnya juga akan sangat mengganggu perekonomian global ke depan. Bila makin memburuk menurutnya akan membuat biaya logistik naik, dan menganggu pasokan microchip ataupun semiconductor, hingga rantai pasokan global.
Pemilu AS juga ia tekankan menjadi faktor penentu yang mempengarhui tekanan ekonomi global. Sebab, calon terkuatnya kata Andry adalah Donald Trump yang memiliki track record terkait dengan perang perdagangan antara AS dan China yang mempengaruhi rendahnya harga komoditas dan gangguan rantai pasokan global.
Ancaman suku bunga acuan yang tinggi dalam jangka waktu panjang juga menjadi salah satu faktor penekan yang membuat ekonomi dunia rentan, sebab inflasi di AS menurutnya sangat sulit turun karena pertumbuhan ekonominya masih terus kuat.
Terakhir ialah risiko perubahan iklim yang akan menggerus faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi saat ini, mulai dari gangguan terhadap sektor komoditas, naiknya biaya bisnis, dan harga pangan yang ikut terkerek naik akibat gangguan produksi.
"Jadi kalau kita bicara tentang perkembangan ekonomi global, ini adalah faktor-faktor yang memang kita hadapi saat ini," tegas Andry.
Terkait potensi risiko resesi ini juga sebelumnya telah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia menyoroti secara khusus potensi resesi bagi Indonesia yang ia anggap hampir tidak mungkin mengalami resesi. Berbeda dibandingkan dengan beberapa negara seperti Sri Lanka, Bangladesh, Maladewa dan Laos.
"Kalau dilihat apakah dengan terjadinya ketidakpastian, negara kita akan terjadi resesi? Dari beberapa survei, kita probabilitasnya yang terendah di dunia, yaitu 1,5%," kata Airlangga dalam Rapat Kerja Nasional Percepatan Penyelesaian dan Pra Evaluasi PSN, di Jakarta, Selasa, (14/5/2024).
Airlangga mengatakan level kemungkinan Indonesia mengalami resesi lebih kecil ketimbang negara lain dunia. Berdasarkan data yang dipaparkan Airlangga, Jerman punya probabilitas resesi paling tinggi mencapai 60%; Italia mencapai 55%; zona Eropa 40%; Thailand 30%; dan Korea Selatan 15%.
Airlangga menyebut probabilitas resesi yang rendah itu menunjukkan ekonomi RI mempunyai resiliensi terhadap ketidakpastian kondisi dunia. Dia mengatakan di tengah kondisi geopolitik yang semakin panas, perekonomian Indonesia pada triwulan I 2024 berhasil mencapai 5,11%. "Itu salah satu yang tertinggi selama ini," kata dia.
Airlangga mengatakan dengan pertumbuhan setinggi itu, Indonesia masih mampu menjaga tingkat inflasi sesuai target dalam APBN. Dia mengatakan kuatnya pondasi ekonomi ini membuat Indonesia mendapatkan penilaian bagus dari berbagi lembaga rating.
(arm/mij) Next Article Bea Cukai Belum Terima Usulan Ekspor Konsentrat Tembaga